Rabu, 17 Februari 2010

Menulis Nyaman dan Memberikan Manfaat

Kemarin sore dihebohkan dengan berita, bahwa anak buah saya (siswa) berkelahi dengan kawan satu sekolah dengan mereka. Tawuran dan ajang pukul pun terjadi. Menurut cerita, perkelahian mereka juga melibatkan seorang nenek. Bahkan ada pengakuan, bahwa si nenek diangkat oleh siwa saya, kemudian dilemparkan ke kolam di samping rumahnya. Masya Allah, mungkinkah ini memang benar-benar terjadi?

Alhamdulillah, ketika dikroscek terhadap anak-anak yang terlibat perkelahian itu, ternyata si nenek jatuh sendiri ke kolam karena ingin melerai perkelahian tersebut. Ini berdasarkan pengakuan cucunya sendiri yang merupakan salah satu aktor di dalam perkelahian itu. Dalam hati sempat berpikir awalnya, kok begitu kejamnya siswaku kalau memang benar melempar nenek-nenek ke kolam. Penyiksaan yang lebih kejam dari PKI. Syukurlah, ternyata kabar itu tidak benar adanya.

Akhirnya, bersama kepala sekolah dan saya beserta Kapolsek Simpang Empat berhasil mendamaikan dan memberikan pernyataan bahwa mereka tidak akan mengulanginya lagi. Ya, syukurlah mereka mau berdamai. Ini adalah sekila cerita memulai sebuah tulisan ini.

Nah baru masuk ke dalam pokok tulisan!
Dulu sebelum bergabung dengan Kelompok Pecinta Menulis yang digawangi oleh Pak Ersis, saya sangat ingin sekali membuat tulisan. Tapi apa nyatanya, berbagai kesulitan dan kesusahan melanda. Belajar dari teori-teori menulis yang membuat otak ini puyeng karena harus menulis seperti ini, itu, begini, begitu, dan sebagainya yang membikin mumet. Apa jadinya? tak ada satu pun tulisan yang selesai. Padahal keinginan untuk membuat tulisan sangat menggebu-gebu. akhirnya kekecewaanlah yang muncul. Perasaan kecewa berkecamuk di dalam hati karena merasa sia-sia membeli buku teori menulis yang akhirnya membuat sulit untuk menciptakan tulisan.

Kekecewaan itu akhirnya pupus dengan sendirinya setelah seiring ikut mencoba belajar dan bergabung dengan kampanye menulis yang dilakukan oleh Pak Ersis. Awalnya sih cuma coba-coba saja. Dan perasaan takut pun sering muncul kalau-kalau tulisan saya diejek habis-habisan di FB nanti. Dengan belajar dan terus belajar, berusaha menyakinkan diri, dan selalu berusaha mencoba disertai dengan nasihat dan gembelangan Pak Ersis walau hanya melalui dunia maya, alhamdulillah apa yang diharapkan pun bisa terwujud. Hasilnya, menulis memang benar-benar nyaman.

Kalau dulu menulis merupakan musuh yang sangat menakutkan semenjak mendapat cacian sewaktu SD dulu, namun sekarang menulis merupakan hal yang mengasyikkan. Bagaimana tidak mengasyikkan, menulis sekarang ini dijadikan sebagai kebutuhan hidup. Kalau saja sehari tidak membuat tulisan, perasaan bersalah terhadap diri akan muncul begitu saja. Diri akan terus menegur dan mengejek kalau tidak membuat tulisan dalam sehari. Dan perasaan malu kepada para sahabat di FB jika tidak menuliskan satu tulisan saja setiap hari. Dan saya yakin sejelek-jeleknya tulisan saya pasti ada yang membacanya.

Menulis memang benar-benar nyaman. Apa buktinya? ya buktinya jelas, bahwa kita tuliskan saja segala pikiran yang bergelayut di otak kita. Untuk apa harus pusing dengan segala teori yang membingungkan. Yang penting adalah tulis dan terus menulis. Ikuti terus pikiran ini seperti air yang mengalir tenang tanpa gelombang. Rasanya tak ada yang disulitkan dengan yang namanya menulis. Bahkan dengan menulis kita dapat menemukan kepuasan batin sendiri. Mengapa orang banyak yang senang menulis? Tentu jawabannya adalah menulis memang nyaman. Mungkin seperti itu kebenarannya.

Berkaca kepada peradaban dunia yang sampai saat ini terus berkembang, Cina contohnya. Negeri Tirai Bambu itu sejak dari zaman dulunya sudah mengenal tulisan. Bahkan sejarah mengatakan, bangsa pertama yang menemukan dan mengenal tulisan adalah Bangsa Cina. Berbagai hasil karya tulis banyak dihasilkan oleh negeri ini. Dan tulisan-tulisan mereka tidak hanya dipelajari di negeri sendiri, namun juga dipelajari oleh berbagai negara di belahan dunia.

Tahukah kita dengan Sun Tzu? Sun Tzu seorang Jenderal Cina yang dan juga seorang penulis buku terkenal yang berjudul "Seni Perang" sebuah karya klasik Cina yang isinya tentang strategi perang. Karya-karya Sun Tzu pada saat itu pada saat itu sangat terkenal hingga sampai sekarang. Karya-karya Sun Tzu tidak haya digunakan di Cina, tetapi juga dipelajari dan dipakai oleh orang-orang Jepang. Sudah sejak zaman para samurai di Jepang mempelajari karya-karyanya Sun Tzu ini. Oda Nobunaga, salah seorang penguasa dari marga Owari yang mempunyai wilayah kekuasaan yang sangat besar mempelajari karya yang ditulis oleh putera Tirai Bambu ini. Kemudian Toyotomi Hideyoshi, seorang panglima tertinggi marga Owari yang sangat terkenal dengan kepandaian berbicaranya serta taktik berperangnya, juga mempelajari karya tersebut. Begitu pula dengan Takenaka Hanbei salah satu penasihat perang Hideyoshi yang berasal dari marga Hasciuka pada saat itu paling ditakuti oleh marga Owari dan marga-marga lainnya di Jepang banyak belajar dari karya Sun Tzu. Kemudian, Tokugawa Ieyasu seorang yang berhasil menyatukan seluruh marga di Jepang juga lebih banyak mempelajari karya-karya yang ditulis oleh orang tersebut. Tentunya, karya-karya Sun Tzu sangat hebat sekali hingga banyak orang Jepang yang mengadopsinya.

Dari contoh di atas, Sun Tzu seorang Jenderal Besar Cina yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan pasukan yang hebat, suka sekali menulis. Dia dengan piawainya menulis hingga melahirkan sebuah karya yang besar dan banyak dipelajari orang. Bahkan untuk mempersatukan Jepang saja, karya ini dijadikan pegangan dalam perjalanan perjuangannya. Hal ini membuktikan bahwa nyamannya membuat tulisan, dan hasil dari tulisan itu ternyata memberikan banyak manfaat bagi semua orang.

Begitu pula apa yang dilakukan oleh Pak Ersis selama ini. Beliau membuktikan dengan teorinya bahwa menulis itu memang nyaman. ya benar nyaman. kalau tidak, tak mungkin Beliau menghasilkan tulisan yang begitu banyaknya. Dalam sehari saja mampu membuat hingga tujuh tulisan, belum termasuk karya ilmiah. Dan sudah tentu hasil tulisan beliau banyak memberikan manfaat bagi kita semua. Berkat tulisan-tulisan Beliaulah kita dapat belajar menulis, hingga menjadi penulis. Inilah bukti kebenaran itu. Mudah-mudahan kita mampu melakukan hal yang demikian.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Tanah Bumbu, 4 Februari 2010

Baca selengkapnya......

Menulis Nyaman dan Memberikan Manfaat

Kemarin sore dihebohkan dengan berita, bahwa anak buah saya (siswa) berkelahi dengan kawan satu sekolah dengan mereka. Tawuran dan ajang pukul pun terjadi. Menurut cerita, perkelahian mereka juga melibatkan seorang nenek. Bahkan ada pengakuan, bahwa si nenek diangkat oleh siwa saya, kemudian dilemparkan ke kolam di samping rumahnya. Masya Allah, mungkinkah ini memang benar-benar terjadi?

Alhamdulillah, ketika dikroscek terhadap anak-anak yang terlibat perkelahian itu, ternyata si nenek jatuh sendiri ke kolam karena ingin melerai perkelahian tersebut. Ini berdasarkan pengakuan cucunya sendiri yang merupakan salah satu aktor di dalam perkelahian itu. Dalam hati sempat berpikir awalnya, kok begitu kejamnya siswaku kalau memang benar melempar nenek-nenek ke kolam. Penyiksaan yang lebih kejam dari PKI. Syukurlah, ternyata kabar itu tidak benar adanya.

Akhirnya, bersama kepala sekolah dan saya beserta Kapolsek Simpang Empat berhasil mendamaikan dan memberikan pernyataan bahwa mereka tidak akan mengulanginya lagi. Ya, syukurlah mereka mau berdamai. Ini adalah sekila cerita memulai sebuah tulisan ini.

Nah baru masuk ke dalam pokok tulisan!
Dulu sebelum bergabung dengan Kelompok Pecinta Menulis yang digawangi oleh Pak Ersis, saya sangat ingin sekali membuat tulisan. Tapi apa nyatanya, berbagai kesulitan dan kesusahan melanda. Belajar dari teori-teori menulis yang membuat otak ini puyeng karena harus menulis seperti ini, itu, begini, begitu, dan sebagainya yang membikin mumet. Apa jadinya? tak ada satu pun tulisan yang selesai. Padahal keinginan untuk membuat tulisan sangat menggebu-gebu. akhirnya kekecewaanlah yang muncul. Perasaan kecewa berkecamuk di dalam hati karena merasa sia-sia membeli buku teori menulis yang akhirnya membuat sulit untuk menciptakan tulisan.

Kekecewaan itu akhirnya pupus dengan sendirinya setelah seiring ikut mencoba belajar dan bergabung dengan kampanye menulis yang dilakukan oleh Pak Ersis. Awalnya sih cuma coba-coba saja. Dan perasaan takut pun sering muncul kalau-kalau tulisan saya diejek habis-habisan di FB nanti. Dengan belajar dan terus belajar, berusaha menyakinkan diri, dan selalu berusaha mencoba disertai dengan nasihat dan gembelangan Pak Ersis walau hanya melalui dunia maya, alhamdulillah apa yang diharapkan pun bisa terwujud. Hasilnya, menulis memang benar-benar nyaman.

Kalau dulu menulis merupakan musuh yang sangat menakutkan semenjak mendapat cacian sewaktu SD dulu, namun sekarang menulis merupakan hal yang mengasyikkan. Bagaimana tidak mengasyikkan, menulis sekarang ini dijadikan sebagai kebutuhan hidup. Kalau saja sehari tidak membuat tulisan, perasaan bersalah terhadap diri akan muncul begitu saja. Diri akan terus menegur dan mengejek kalau tidak membuat tulisan dalam sehari. Dan perasaan malu kepada para sahabat di FB jika tidak menuliskan satu tulisan saja setiap hari. Dan saya yakin sejelek-jeleknya tulisan saya pasti ada yang membacanya.

Menulis memang benar-benar nyaman. Apa buktinya? ya buktinya jelas, bahwa kita tuliskan saja segala pikiran yang bergelayut di otak kita. Untuk apa harus pusing dengan segala teori yang membingungkan. Yang penting adalah tulis dan terus menulis. Ikuti terus pikiran ini seperti air yang mengalir tenang tanpa gelombang. Rasanya tak ada yang disulitkan dengan yang namanya menulis. Bahkan dengan menulis kita dapat menemukan kepuasan batin sendiri. Mengapa orang banyak yang senang menulis? Tentu jawabannya adalah menulis memang nyaman. Mungkin seperti itu kebenarannya.

Berkaca kepada peradaban dunia yang sampai saat ini terus berkembang, Cina contohnya. Negeri Tirai Bambu itu sejak dari zaman dulunya sudah mengenal tulisan. Bahkan sejarah mengatakan, bangsa pertama yang menemukan dan mengenal tulisan adalah Bangsa Cina. Berbagai hasil karya tulis banyak dihasilkan oleh negeri ini. Dan tulisan-tulisan mereka tidak hanya dipelajari di negeri sendiri, namun juga dipelajari oleh berbagai negara di belahan dunia.

Tahukah kita dengan Sun Tzu? Sun Tzu seorang Jenderal Cina yang dan juga seorang penulis buku terkenal yang berjudul "Seni Perang" sebuah karya klasik Cina yang isinya tentang strategi perang. Karya-karya Sun Tzu pada saat itu pada saat itu sangat terkenal hingga sampai sekarang. Karya-karya Sun Tzu tidak haya digunakan di Cina, tetapi juga dipelajari dan dipakai oleh orang-orang Jepang. Sudah sejak zaman para samurai di Jepang mempelajari karya-karyanya Sun Tzu ini. Oda Nobunaga, salah seorang penguasa dari marga Owari yang mempunyai wilayah kekuasaan yang sangat besar mempelajari karya yang ditulis oleh putera Tirai Bambu ini. Kemudian Toyotomi Hideyoshi, seorang panglima tertinggi marga Owari yang sangat terkenal dengan kepandaian berbicaranya serta taktik berperangnya, juga mempelajari karya tersebut. Begitu pula dengan Takenaka Hanbei salah satu penasihat perang Hideyoshi yang berasal dari marga Hasciuka pada saat itu paling ditakuti oleh marga Owari dan marga-marga lainnya di Jepang banyak belajar dari karya Sun Tzu. Kemudian, Tokugawa Ieyasu seorang yang berhasil menyatukan seluruh marga di Jepang juga lebih banyak mempelajari karya-karya yang ditulis oleh orang tersebut. Tentunya, karya-karya Sun Tzu sangat hebat sekali hingga banyak orang Jepang yang mengadopsinya.

Dari contoh di atas, Sun Tzu seorang Jenderal Besar Cina yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan pasukan yang hebat, suka sekali menulis. Dia dengan piawainya menulis hingga melahirkan sebuah karya yang besar dan banyak dipelajari orang. Bahkan untuk mempersatukan Jepang saja, karya ini dijadikan pegangan dalam perjalanan perjuangannya. Hal ini membuktikan bahwa nyamannya membuat tulisan, dan hasil dari tulisan itu ternyata memberikan banyak manfaat bagi semua orang.

Begitu pula apa yang dilakukan oleh Pak Ersis selama ini. Beliau membuktikan dengan teorinya bahwa menulis itu memang nyaman. ya benar nyaman. kalau tidak, tak mungkin Beliau menghasilkan tulisan yang begitu banyaknya. Dalam sehari saja mampu membuat hingga tujuh tulisan, belum termasuk karya ilmiah. Dan sudah tentu hasil tulisan beliau banyak memberikan manfaat bagi kita semua. Berkat tulisan-tulisan Beliaulah kita dapat belajar menulis, hingga menjadi penulis. Inilah bukti kebenaran itu. Mudah-mudahan kita mampu melakukan hal yang demikian.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Tanah Bumbu, 4 Februari 2010

Baca selengkapnya......

Menulis Nyaman dan Memberikan Manfaat

Kemarin sore dihebohkan dengan berita, bahwa anak buah saya (siswa) berkelahi dengan kawan satu sekolah dengan mereka. Tawuran dan ajang pukul pun terjadi. Menurut cerita, perkelahian mereka juga melibatkan seorang nenek. Bahkan ada pengakuan, bahwa si nenek diangkat oleh siwa saya, kemudian dilemparkan ke kolam di samping rumahnya. Masya Allah, mungkinkah ini memang benar-benar terjadi?

Alhamdulillah, ketika dikroscek terhadap anak-anak yang terlibat perkelahian itu, ternyata si nenek jatuh sendiri ke kolam karena ingin melerai perkelahian tersebut. Ini berdasarkan pengakuan cucunya sendiri yang merupakan salah satu aktor di dalam perkelahian itu. Dalam hati sempat berpikir awalnya, kok begitu kejamnya siswaku kalau memang benar melempar nenek-nenek ke kolam. Penyiksaan yang lebih kejam dari PKI. Syukurlah, ternyata kabar itu tidak benar adanya.

Akhirnya, bersama kepala sekolah dan saya beserta Kapolsek Simpang Empat berhasil mendamaikan dan memberikan pernyataan bahwa mereka tidak akan mengulanginya lagi. Ya, syukurlah mereka mau berdamai. Ini adalah sekila cerita memulai sebuah tulisan ini.

Nah baru masuk ke dalam pokok tulisan!
Dulu sebelum bergabung dengan Kelompok Pecinta Menulis yang digawangi oleh Pak Ersis, saya sangat ingin sekali membuat tulisan. Tapi apa nyatanya, berbagai kesulitan dan kesusahan melanda. Belajar dari teori-teori menulis yang membuat otak ini puyeng karena harus menulis seperti ini, itu, begini, begitu, dan sebagainya yang membikin mumet. Apa jadinya? tak ada satu pun tulisan yang selesai. Padahal keinginan untuk membuat tulisan sangat menggebu-gebu. akhirnya kekecewaanlah yang muncul. Perasaan kecewa berkecamuk di dalam hati karena merasa sia-sia membeli buku teori menulis yang akhirnya membuat sulit untuk menciptakan tulisan.

Kekecewaan itu akhirnya pupus dengan sendirinya setelah seiring ikut mencoba belajar dan bergabung dengan kampanye menulis yang dilakukan oleh Pak Ersis. Awalnya sih cuma coba-coba saja. Dan perasaan takut pun sering muncul kalau-kalau tulisan saya diejek habis-habisan di FB nanti. Dengan belajar dan terus belajar, berusaha menyakinkan diri, dan selalu berusaha mencoba disertai dengan nasihat dan gembelangan Pak Ersis walau hanya melalui dunia maya, alhamdulillah apa yang diharapkan pun bisa terwujud. Hasilnya, menulis memang benar-benar nyaman.

Kalau dulu menulis merupakan musuh yang sangat menakutkan semenjak mendapat cacian sewaktu SD dulu, namun sekarang menulis merupakan hal yang mengasyikkan. Bagaimana tidak mengasyikkan, menulis sekarang ini dijadikan sebagai kebutuhan hidup. Kalau saja sehari tidak membuat tulisan, perasaan bersalah terhadap diri akan muncul begitu saja. Diri akan terus menegur dan mengejek kalau tidak membuat tulisan dalam sehari. Dan perasaan malu kepada para sahabat di FB jika tidak menuliskan satu tulisan saja setiap hari. Dan saya yakin sejelek-jeleknya tulisan saya pasti ada yang membacanya.

Menulis memang benar-benar nyaman. Apa buktinya? ya buktinya jelas, bahwa kita tuliskan saja segala pikiran yang bergelayut di otak kita. Untuk apa harus pusing dengan segala teori yang membingungkan. Yang penting adalah tulis dan terus menulis. Ikuti terus pikiran ini seperti air yang mengalir tenang tanpa gelombang. Rasanya tak ada yang disulitkan dengan yang namanya menulis. Bahkan dengan menulis kita dapat menemukan kepuasan batin sendiri. Mengapa orang banyak yang senang menulis? Tentu jawabannya adalah menulis memang nyaman. Mungkin seperti itu kebenarannya.

Berkaca kepada peradaban dunia yang sampai saat ini terus berkembang, Cina contohnya. Negeri Tirai Bambu itu sejak dari zaman dulunya sudah mengenal tulisan. Bahkan sejarah mengatakan, bangsa pertama yang menemukan dan mengenal tulisan adalah Bangsa Cina. Berbagai hasil karya tulis banyak dihasilkan oleh negeri ini. Dan tulisan-tulisan mereka tidak hanya dipelajari di negeri sendiri, namun juga dipelajari oleh berbagai negara di belahan dunia.

Tahukah kita dengan Sun Tzu? Sun Tzu seorang Jenderal Cina yang dan juga seorang penulis buku terkenal yang berjudul "Seni Perang" sebuah karya klasik Cina yang isinya tentang strategi perang. Karya-karya Sun Tzu pada saat itu pada saat itu sangat terkenal hingga sampai sekarang. Karya-karya Sun Tzu tidak haya digunakan di Cina, tetapi juga dipelajari dan dipakai oleh orang-orang Jepang. Sudah sejak zaman para samurai di Jepang mempelajari karya-karyanya Sun Tzu ini. Oda Nobunaga, salah seorang penguasa dari marga Owari yang mempunyai wilayah kekuasaan yang sangat besar mempelajari karya yang ditulis oleh putera Tirai Bambu ini. Kemudian Toyotomi Hideyoshi, seorang panglima tertinggi marga Owari yang sangat terkenal dengan kepandaian berbicaranya serta taktik berperangnya, juga mempelajari karya tersebut. Begitu pula dengan Takenaka Hanbei salah satu penasihat perang Hideyoshi yang berasal dari marga Hasciuka pada saat itu paling ditakuti oleh marga Owari dan marga-marga lainnya di Jepang banyak belajar dari karya Sun Tzu. Kemudian, Tokugawa Ieyasu seorang yang berhasil menyatukan seluruh marga di Jepang juga lebih banyak mempelajari karya-karya yang ditulis oleh orang tersebut. Tentunya, karya-karya Sun Tzu sangat hebat sekali hingga banyak orang Jepang yang mengadopsinya.

Dari contoh di atas, Sun Tzu seorang Jenderal Besar Cina yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan pasukan yang hebat, suka sekali menulis. Dia dengan piawainya menulis hingga melahirkan sebuah karya yang besar dan banyak dipelajari orang. Bahkan untuk mempersatukan Jepang saja, karya ini dijadikan pegangan dalam perjalanan perjuangannya. Hal ini membuktikan bahwa nyamannya membuat tulisan, dan hasil dari tulisan itu ternyata memberikan banyak manfaat bagi semua orang.

Begitu pula apa yang dilakukan oleh Pak Ersis selama ini. Beliau membuktikan dengan teorinya bahwa menulis itu memang nyaman. ya benar nyaman. kalau tidak, tak mungkin Beliau menghasilkan tulisan yang begitu banyaknya. Dalam sehari saja mampu membuat hingga tujuh tulisan, belum termasuk karya ilmiah. Dan sudah tentu hasil tulisan beliau banyak memberikan manfaat bagi kita semua. Berkat tulisan-tulisan Beliaulah kita dapat belajar menulis, hingga menjadi penulis. Inilah bukti kebenaran itu. Mudah-mudahan kita mampu melakukan hal yang demikian.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Tanah Bumbu, 4 Februari 2010

Baca selengkapnya......

Menulis: Membuang Tinta

Beberapa hari yang lalu kondisi tubuh kurang bagus, ditambah lagi dengan berbagai kegiatan dan disertai dengan hujan yang membuat kondisi kesehatan menurun. Apalagi saat ini wabah chikungunya dan demam berdarah yang merebak dan membuat resah masyarakat. Beberapa hari tubuh terasa lemah dan ketakutan muncul kalau-kalau terserang wabah chikungunya. Dan ketika diperiksa ke dokter, untunglah wabah tersebut belum belum menyerang saya, hanya saja gejala typus mulai lagi menggerogoti badan. Ini adalah penyakit klasik yang diderita dan sampai saat ini belum juga sembuh total. Namun, pagi tadi kondisi badan sudah lumayan fit, sehingga menulis bisa dilanjutkan kembali.

Pada saat turun bekerja, dan ketika mebuat tulisan ini, ada saja teman yang menyeletuk "Wah rajin benar menulis, emang nulis apaan?" Sembari terus mengetik saya membalas dengan senyuman saja. Toh, celetukan itu hanya sebatas teguran biasa saja. Dibalas dengan senyuman, beres lah semuanya. Toh lebih baik tersenyum daripada tidak sama sekali. Jari-jari pun dengan riangnya meloncat-loncat di atas tut keyboard sembari diiringi suara pikiran yang terus membisikkan ide dan gagasan. Maka jadilah sebuah tulisan.

Ketika masuk ke dalam kelas dan sembari mengkampanyekan menulis kepada para siswa, dan pada saat itu ada saja siswa yang menyeletuk "Pak, menulis itu menghabiskan tinta." Kontan saja saya tertawa mendengar pernyataannya itu. "Lho kenapa harus takut habis tinta? Emang Menulis membuang tinta kok. Apa ada menulis membuang ingus atau tahi telinga?" mereka pun tertawa semua mendengar statemen saya demikian. "Coba Anda pikir, lebih mahal mana antara pulsa lu dengan pulpen Pilot?" Dia pun terdiam sambil berpikir. Selama ini, kata saya kepada mereka semua, kita terlalu menganggap mahal sesuatu yang murah dan memberikan manfaat kepada kita, tetapi barang yang mahal dan tak membuat manfaat lebih diutamakan. Contohnya, adalah pulsa. Kita sering kali tidak merasa bahwa dalam sehari berapa duit yang kita keluarkan untuk membeli pulsa. Padahal pulsa yag kita gunakan kebanyakan bukan untuk keperluan bisnis atau belajar, tetapi untuk sms-an ria sambil merayu sang pacar, atau memberikan sejuta alasan kepada teman selingkuhan. Mungkin seperti itu.

Berbeda dengan tinta. Berapa sih harganya tinta jadi sampai dipelit-pelitkan amat untuk digunakan menulis. Koq bisa segitunya, ya? Padahal kalau kita pikir secara logika, kalau pulpen yang kita beli dengan seharga Rp.2000,- dapat menulis dengan sangat panjangnya. Bahkan kalau menulis satu buku penuh, pulpen itu tidak akan habis, paling-paling tangan yang pegal. Apa sih susahnya mengeluarkan duit 2000 perak demi membuat suatu karya ketimbang membeli pulsa yang belum tentu dapat menghasilkan apa-apa.

Kadangkala kita tidak memikirkah hal yang demikian. Selama ini yang kita pikirkan adalah hanya senang-senang belaka. Memang, tidak ada larangan untuk membeli pulsa, atau menghabiskan duit sebanyak-banyaknya demi untuk pulsa. Dan di dalam Al-Qur'an juga tidak ada larangan Allah kepada manusia menghabiskan duitnya untuk pulsa. Namun, betapa indahnya jika bisa memilah mana yang lebih bermanfaat dan mana yang tidak. Dan alangkah picik dan pelit perkeditnya kita jika sampai harus tak rela menghabiskan tinta demi membuat sebuah tulisan.

Selama saya ikut kegiatan menulis ini, beberapa kawan-kawan ingin sekali ikut menulis. Mereka bahkan sampai ada yang iri kok saya mampu membuat tulisan sedangkan dia tidak. Dan berbagai arahan seperti yang diberikan oleh Pak Ersis selama ini saya berikan kepada mereka. Bahkan tidak segan-segan saya suruh baca buku-buku yang ditulis oleh Pak Ersis kepada mereka. Ya, mudah-mudahan nantinya mereka benar-benar mau menulis. Syukurlah kalau mereka setuju dengan pikiran yang dituangkan Pak Ersis dalam tulisan itu. Dan kalau tidak menerima, wah ini yang gawat, berarti kawan saya sudah sakit jiwa. Barangkali....

Selama mempraktikan menulis, alhamdulillah tak pernah memperhitungkan berapa besar biaya yang keluar. Baik dari segi bayar listrik karena beban tarikan komputer, belum lagi bayar warnet setiap malamnya, belum lagi bensin, ini, itu, dan sebagainya. Kalau mau dihitung, ya percuma ikut gabung dengan kelompok pecinta menulis. Ngapain menulis harus pakai hitung-hitungan segala. Yang ikhlas sajalah, jangan berpikir karena duit.

Ada saja kawan saya yang lain juga pernah nyeletuk demikian. "Heh, Faisal. Ikam dibayar berapa gerang jadi rajin bener membuat tulisan tarus? kalau kada jadi duit baik kada usah. Apalagi bayar warnet tiap malam, baik dibawa makan kanyang parut." Saya bingung, kok ada ya manusia yang terlalu perhitungan demikian ya. lantas saya jawab, "Emang urusan ikam apa? Mau dapat duit kah, kadada duitnya kah, aku jua. Kada merugikan ikam jua. Toh, duit yang keluar duitku jua, lain duit ikam jua. Ngapain harus sewot. Ngapain harus repot. Toh Gus Dur aja Nggak repot." Kalau sudah berhadapan dengan manusia seperti ini, susahlah rasanya, bahkan membosankan. Mau menjelaskan, di otaknya hanya duit, duit, dan duit belaka. Mungkin nantinya, jika mati ditanya sama Malaikat di dalam kubur pasti jawabannya "DUIT." Mudah-mudahan jangan sampai demikian. Ingatlah Bos, kalau kita ini mau menulis karena berharap suatu materi, Indonesia sampai sekarang nggak bakalan merdeka. Percaya deh!

Kalau begitu, menulis kita harus ikhlas. Ambil hikmah dibalik setiap pengorbanan untuk sebuah tulisan yang kita hasilkan. Hidup jangan terlalu pelit perkedit amat. Toh, Amat saja tidak pelit perkedit. Ikhlas lah menulis. Nyaman kalau menulis itu dengan ikhlas, tanpa paksaan dari siapa pun. Nyaman sekali menulis dengan jiwa yang merdeka. Jangan takut membuang tinta dalam menulis. Jangan takut membayar beban listrik banyak demi menulis. Dan jangan takut bayar warnet setiap malam untuk menulis. Toh kalau ada duitnya, kerjakan. Kalau tidak ada duit pada saat itu, stop ke warnet, tulis saja tulisan kita di rumah. Kan beres. Ngapain harus repot.....Toh Gus Dur juga nggak pernah repot....

Bagaimana menurut Panjenengan?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 2 Februari 2010

Baca selengkapnya......

Menulis: Dibombardir Dengan Sebuah Tulisan

Beberapa hari lalu, ketika membuka FB ada pesan masuk dari Pak Ersis yang mengajak membuat buku 2010. Wah, ini adalah sebuah kesempatan besar yang sangat rugi jika dilewatkan begitu saja. Dalam pikiran langsung bergelayut berbagai macam ide, kira-kira mana yang cocok untuk dimasukkan ke dalam sayembara penulisan buku 2010 itu. Mudah-mudahan saja dapat masuk dalam nominasi. Seandainya tidak, hal ini bukan menjadi halangan bagi saya untuk tetap menulis.

Sebenarnya tulisan ini sudah selesai beberapa hari yang lalu, setelah Pak Ersis mengagak membuat buku 2010. Tapi karena berbagai kendala, dari jaringan speedy di warnet langganan sering gangguan, kemudian ke lab internet di tempat kerja lebih parah lagi gangguannya, oleh karena itu terpaksa tertunda di masukkan ke FB. Tapi tidak apa-apa. Sesuai dengan pepatah yang sering digunakan di lingkungan kita "Lebih baik terlambat daripada sama sekali" lebih baik terlambat memuat tulisan daripada tidak memuat sama sekali, disertai dengan raja alasan yang beragam.

Sudah sekian waktu Pak Ersis memberikan bimbingan menulis kepada kita. Berbagai wejangan teori dan nasihat yang diberikan Beliau melalui tulisan di FB. Mungkin Beliau dapat menilai, sudah sejauh mana tingkat kemampuan menulis kawan-kawan, sehingga mengajak kita untuk membuat buku bersama. Dan melalui sayembara ini, kita selakun penulis pemula dapat mengukur sudah sejauh mana kepiawaian kita dalam menulis. Kalau masuk dalam nominasi, wah hebat. Anda merupakan seorang penulis yang hebat. Mudah-mudahan demikian.

Di saat pikiran mencari sebuah ide yang pas untuk dijadikan judul tulisan, dan ketika tangan dengan piawainya menggerakkan mouse untuk melihat sebuah bacaan, pada saat itulah ada bacaan yang terasa sekali membombardir diri, yakni "Menulis: Berbekal kamus". Kita sadar bahwa selama ini kamus hanya dijadikan pajangan dan hiasan pada lemari buku. Entah mengapa, inilah kekurangan yang harus kita insyafi bersama.

Memang benar adanya, harga kamus di pasaran sangatlah mahal. Apalagi untuk kamus yang kualitasnya bagus. Terus terang saja, banyak orang yang menyepelekan kamus. Untuk apa sih membeli kamus? Itulah pernyataan dan pertanyaan dari setiap orang yang saya tanya. Kamus dianggap sebagai hal yang tidak terlalu penting dalam kehidupan. Harga kamus yang mahal membuat rang berpikir lebih baik membeli sesuatu yang dapat membuat kenyang perut atau membeli pakaian yang modis. Jangan heran, jika banyak sarjana lulusan Bahasa Indonesia, bahkan dosennya juga tidak memiliki kamus. Padahal kamus sangat begitu penting bagi kita, khusunya para penulis.

Lantas apa hubungannya kamus dengan judul di atas. ya, sangat jelas ada. Ketika membaca tulisan Pak Ersis pada tanggal 23 Januari kemarin yang berjudul "Menulis: Berbekal Kamus" serasa ada godam menghantam dada. Dan diri ini sangat malu, karena selama inin terlalu meremehkan kamus. Padahal kamus itu sangat begitu pentingnya bagi kita yang suka membaca dan menulis.

Tidak hanya melalui tulisan itu, tulisan sebelumnya juga banyak yang membombardir diri ini. Berbagai statement yang dikeluarkan Pak Ersis berusaha menggojlok kita agar menulis jauh lebih baik lagi dari semula. Setelah dibombardir demikian apakah patah sayap? Oh alangkah tragisnya jika kita sampai patah sayap dalam menulis. Bombardir itu sebagai pemicu kita untuk selalu melakukan perubahan dengan tulisan kita. Pak Ersis menginginkan kita agar membuat tulisan dengan baik, dan diksi yang mantap tentunya.

Saya membaca buku "Menulis Mudah Dari Babu Sampai Pak Dosen" yang disunting oleh Pak Ersis sendiri. Di dalamnya berisi 33 tulisan pemenang lomba menulis www.webersis.com dan www.menulismudah.com. Di sana ada tulisan yang berkesan bagi saya ditulis oleh Syifa Aulia yang berjudul "Mungkinkah Babu Menulis." Saya sangat terkesan dengan tulisan tersebut bahwasanya seorang babu saja mampu membuat sebuah tulisan yang baik. Mengenai hinaan, hujatan, cacian, makian sudah sering ia alami. Bahkan di saat pertama kali ia abergabung dengan FLP (Forum Lingkar Pena) wilayah Hongkong. FLP di negeri tersebut anggotanya bukanlah para pelajar dan mahaiswa, tetapi para TKW yang mengais rezeki di negeri itu. Dan ketika mereka mensosialisasikan organisasi itu ke KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia) di Hongkong, berbagai tanggapan dari KJRI keluar. Sifatnya tentu saja mengejek. Namun, ejekan dan cacian dari para TKW yang memang berniat ingin menulis ternyata membuahkan hasil. Dengan bekerja keras disertai dengan semangat menulis yang tinggi dalam waktu setahun kemudian mereka membuka mata para pejabat di KJRI. Bukan main, antalogi cerpen pun diterbitkan. Bahkan Taufiq Ismail dan para penulis beken lainnya juga memberi apresiasi, ditambah lagi Menteri Tenaga Kerja, Fahmi Idris memberikan kata sambutan. Sungguh sangat membanggakan sekali tentunya.

Berkaca dari pengalaman yang ditulis oleh Syifa Aulia, bombardir yang ditujukan oleh banyak pihak kepada mereka selaku TKW yang bukanlah menjadi tembok penghalang untuk melakukan menulis. Bombardir seperti itu malahan dianggap sebagai cambuk yang keras untuk menggerakkan pikiran dan tangan untuk agar teguh dan terus bekarya. Alhasil, mereka pun berhasil membuktikan diri kepada KJRI yang menganggap rendah mereka. Ini adalah sesuatu yang hebat.

Bagaimana dengan bombardir yang diberikan oleh Pak Ersis kepada kita melalui tuisannya? Tulisan yang diberikan oleh Pak Ersis mengandung banyak hikmah. Beliau selalu saja memberikan pengajaran yang baik dan pantang menyerah demi menciptakan penulis-penulis yang berkualitas pada akhirnya. Beliau juga sangat mengharapkan, ada yang mampu melebihi kemampuan menulisnya. Ini berarti kesuksesan yang sangat besar diraih oleh Pak Ersis. Karena tidak sia-sia mengajarkan menulis kepada kita semua.


Ingatkah kita akan kenangan pada perang dunia II yang mana Pangkalan Angkatan Laut Amerika di Hawai pernah di bombardir oleh Jepang. Kita dapat membayangkan dan melihat melalui film yang berjudul "Pearl Harbour" yang mana pada saat itu tragedi mengerikan terjadi di sana. Angkatan Bersenjata Amerika setelah mendapat serangan seperti itu langsung lumpuh total. Tetapi apakah mereka patah semangat? Ternyata tidak. Setelah kejadian itu Amerika mengambil hikmahnya, mereka bekerja keras membangun kembali kekuatan angkatan bersenjata mereka. Semangat berjuang pun terus dikumandangkan. Kerja keras di berbagai lini dijalankan. Hasil dari kerja keras itu, mereka berhasil membalas serangan keji yang pernah dilakukan Jepang pada mereka beberapa tahun silam. Di Bulan Agustus 1945 Jepang lumpuh total setelah di bom atom oleh Amerika. Inilah hasil kerja keras yang dituai Amerika setelah sempat dibombardir oleh Jepang.

Mudah-mudahan kita dapat berkaca dari kedua contoh di atas. Jangan patah semangat dan teruslah menulis.

Bagaimana menurut sampeyan?


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 27 Januari 2009

Baca selengkapnya......

UN 2010 Hantu Bagi Siswa

Kemaren sore, ketika membuka FB ada pesan masuk dari Pak Ersis yang mengajak membuat buku 2010. Wah, ini adalah sebuah kesempatan besar yang sangat rugi jika dilewatkan begitu saja. Dalam pikiran langsung bergelayut berbagai macam ide, kira-kira mana yang cocok untuk dimasukkan ke dalam sayembara penulisan buku 2010 itu. Mudah-mudahan saja dapat masuk dalam nominasi. Seandainya tidak, hal ini bukan menjadi halangan bagi saya untuk tetap menulis.
Sudah sekian waktu Pak Ersis memberikan bimbingan menulis kepada kita. Berbagai wejangan teori dan nasihat yang diberikan Beliau melalui tulisan di FB. Mungkin Beliau dapat menilai, sudah sejauh mana tingkat kemampuan menulis kawan-kawan, sehingga mengajak kita untuk membuat buku bersama. Dan melalui sayembara ini, kita selakun penulis pemula dapat mengukur sudah sejauh mana kepiawaian kita dalam menulis. Kalau masuk dalam nominasi, wah hebat. Anda merupakan seorang penulis yang hebat. Mudah-mudahan demikian.

Tema tulisan saya pada hari ini adalah masalah ujian nasional yang dianggap menakutkan bagi siswa dan membahas segala kecurangan pada pelaksanaannya. Mengapa demikian? Karena selama ini ujian nasional dianggap sebagai momok dan membahayakan bagi siswa. Untuk menuju kesuksesan dalam menghadapinya, berbagai kegiatan dari program bimbingan tambahan belajar dan try out serta pembahasan soal-soal ujian nasional yang telah lalu digalakkan di sekolah.

Genderang perang menghadapi ujian nasional tahun 2010 sudah mulai ditabuh. Berbagai persiapan sekolah untuk siswa dalam menghadapinya sudah dilakukan. Keadaan ini tentunya sudah menjadi agenda tahunan di setiap sekolah. Mulai dari tambahan belajar sampai dengan try out terus saja dilakukan. Bahkan, pihak sekolah tidak tanggung-tanggung mengeluarkan biaya yang besar demi mencetak kelulusan yang banyak. Harapan sekolah tentu saja lulus seratus persen.

Ujian nasional sendiri juga membawa angin segar kepada para pemilik bimbingan belajar di luar sekolah. Bisnis ini pun menjadi ramai. Tak heran jika di berbagai tempat terjadi persaingan bisnis pendidikan ini. Tentu saja uang pun mengalir dengan derasnya, apalagi jika bimbel tersebut mempunyai telah mempunyai nama yang mana cetakan dari mereka banyak yang lulus melaksanakan ujian nasional. Tidak sampai di situ saja, bahkan kebanyakan dari bimbel ada yang berani menjamin kalau ikut bimbingan belajar di tempatnya akan bisa seratus persen lulus. Kalau tidak lulus uang selama ikut bimbingan akan kembali. Ini hebat..... ya hebat dong, bisa menjamin seratus persen.

Ujian Nasioanl merupakan syarat kelulusan yang grade nilai minimal telah ditentukan oleh pemerintah. Ini merupakan hal yang sangat bagus, karena pemerintah ingin mencetak kelulusan yang berkualitas. Adapun nilai standar minimal untuk kelulusan tahun ini adalah rata-rata 5,5. Boleh ada satu mata pelajaran yang nilainya 4,0 tetapi lima pelajaran lainnya nilai minimal 6,0. Tentu saja keputusan yang diambil oleh Menteri Pendidikan dalam menetapkan standar minimal kelulusan ini sangat bagus sekali. Dalam hal ini, Menteri Pendidikan telah melakukan perubahan pada sistem pendidikan kita. Pemerintah meningkatkan standar minimal ini karena selama ini nilai standar kelulusan kita jauh dibandingkan dengan negara-negara maju. Oleh karena itu, pemerintah mengambil sebuah kebijakan yang mana nilai standar minimal kelulusan terus ditingkatkan setiap tahunnya. Alangkah indahnya jika nantinya kualitas pendidikan kita mampu sejajar dengan pendidikan negara-negara maju.

Namun, pada perjalanannya, UN (Ujian Nasioal) tidak semulus dari harapan pemerintah. Kita dapat melihat dari media massa atau secara langsung yang mana ujian nasioal banyak mendapat kecaman dari berbagai pihak. Kecaman ini datang dari siswa baik yang akan menghadapi ataupun yang pernah menjadi korban keganasan ujian nasional, kecaman juga datang dari orang tua dan guru. Ujian Nasional dianggap sebagai hantu. Menakutkan. Bahkan ujian nasional juga bisa menuai maut bagi yang gagal mengikutinya. Tidak jarang siswa yang gagal ujian nasional ada yang bunuh diri bahkan sampai masuk rumah sakit jiwa. Namun ada juga yang santai-santai saja, karena mereka menganggap masih bisa mengulang lagi di tahun depan atau ikut prograam Paket C. Ini bukan hanya sebatas wacana, ini adalah realita.

Aksi protes di kalangan siswa, guru dan orang tua terus berlanjut sampai sekarang. Mereka mengharapkan bahwa kelulusan nantinya diserahkan saja dengan pihak sekolah. Menurut mereka, selama ini percuma belajar selama tiga tahun, namun akhirnya ditentukan dengan enam mata pelajaran yang sudah ditentukan grade minimal kelulusannya. Dan pemerintah juga tidak bisa mengabulkan permintaan ini. Karena pemerintah menginginkan kualitas pendidikan yang baik. Kalau kelulusan diserahkan kepada sekolah, kemungkinan besar akan terjadi kecurangan-kecurangan. Dalam menghadapi ujian nasional saja sekolah-sekolah melakukan kecurangan demi mencetak kelulusan yang banyak. Tak heran ada pihak sekolah yang menjadi joki ujian nasional, baik melalui sms atau juga membocorkan soal, bahkan yang lebih gawatnya ada oknum guru yang sampai masuk ke dalam ruangan menuliskan jawaban.

Dari gambaran di atas saja kita dapat menilai, mengapa pemerintah tidak menyerahkan kelulusan kepada sekolah. Kecurangan di sekolah sangat riskan mengenai kelulusan. Praktik ini sudah membudaya dari dulunya. Nuansa KKN-isme berjalan dengan mulusnya di waktu itu. saya masih ingat sewaktu sekolah dulu. Yang mana ada beberapa kakak kelas saya yang tidak lulus, karena melakukan aksi demo terhadap kepala sekolah. kawan-kawan dari kelas 3 IPS 1 sebagai penggerak motor aksi ini. Dan tentu saja semua siswa terjun ikut ambil bagian. Kami menentang kebijakan kepala sekolah yang banyak merugikan siswa, karena kepala sekolah melakukan pungutan yang tidak pernah dirapatkan dengan orang tua siswa. Alhasil apa yang didapatkan, ketika menjelang kelulusan, kakak kelas saya ada sekitar 11 orang yang tidak lulus, padahal nilai mereka jauh di atas standar kelulusan yang ditetapkan oleh sekolah. Kalau dulu syarat kelulusan sekolah dengan Danem minilal 22. Tapi yang mengherankan, Danem kakak kelas yang tidak lulus kebanyakan di atas 22, yang lucunya Danem 20 bisa lulus. Inilah kecurangan-kecurangan yang sering saja terjadi di sekolah. Bahkan kalau ada guru atau kepala sekolah yang sakit hati terhadap siswa, maka dendam pribadi harus dibalaskan menjelang rapat kelulusan. Tak mengherankan jika ada siswa yang pintar dengan nilai ujian yang tinggi bisa tidak lulus pada saat itu. Bahkan yang lebih gawatnya datang dari orang tua. Demi melihat nilai anaknya tinggi, dengan sukarelanya melakukan penyuapan kepada pihak sekolah agar nilai anaknya dinaikkan. Tentu saja praktik tersebut berjalan dengan mulusnya. Sim salabim nilai pun berubah.

Melihat keadaan ini, pemerintah memberlakukan ujian nasional dengan standar kelulusan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan demi menciptakan kualitas pendidikan yang mantap juga menghindarkan sekolah melakukan praktik KKN-isme yang telah lama membudaya. Namun sangat disayangkan pada perjalanannya, kecurangan dalam ujian nasional juga terjadi. Tak mengherankan jika ada pihak sekolah yang menghalalkan berbagai cara demi mencetak lulusan yang banyak tapi tidak berkualitas. Berbagai kecurangan hingga saat ini masih saja terus berlangsung, walaupun sudah dimonitor oleh Tim Independen dari perguruan tinggi yang notabene di dalamnya merupakan para dosen. Hal ini sangat disayangkan sekali. Karena Tim Independen sangat sedikit orangnya sehingga tak dapat memonitor secara menyeluruh di kelas-kelas. Seharusnya anggota tim independen ini ikut duduk bersama pengawas ruangan agar kecurangan dapat dihindarkan.

Saya pernah memperotes salah satu panitia ujian nasional pada salah satu sekolah. Pada saat itu soal ujian yang lebih tidak diperbolehkan ke luar ruangan. Namun, ada salah satu panitia ada yang datang mengambil dengan alasan ruangan sebelah kekurangan soal. Tanpa meminta izin kepada saya, akhirnya kawan menyerahkan soal itu kepada panitia. Melihat keadaan itu, saya langsung memeriksa ke ruangan sebelah adan menanyakan kepada kawan yang mengawas di ruangan sebelah. Pada kenyataannya soal di ruangan sebelah tidak ada yang kurang, begitu pula dengan ruangan yang lainnya. Mengetahui bahwa panitia telah melakukan kecurangan, saya langsung menelpon sub rayon. Tapi apa protes saya ke sub rayon tidak mebuahkan hasil. Mereka mendiamkan saja kehjadian ini. Padahal bukti kecurangan yang dilakukan sekolah tersebut sudah jelas. Pada akhirnya saya sangat menyesalkan sikap yang dilakukan oleh sub rayon. Pengawas ujian nasional hanya tidak ada bedanya dengan patung di dalam ruangan. Belum lagi tindakan salah seorang guru yang masuk memberikan jawaban ke dalam kelas, tanpa mengindahkan teguran dari pengawas. Dan kegiatan siswa yang ber-sms ria dengan para joki di luar sana. Ada apa denganmu? Sampai saat ini praktik ini terus saja berlangsung.

Kecurangan mengenai pelaksanaan ujian nasional di sekolah-sekolah tidak hanya berlangsung di situ saja. jauh-jauh hari sebelum ujian nasional dilaksanakan, para kepala sekolah mengadakan rapat dengan sub rayonnya meminta agar pada ujian nanti masing-masing pengawas dari sekolah agar menyepakati kerjasama. Dan hasil kerjasama tersebut dibawa hingga ke forum rapat seluruh pengawas ujian nasional di masing-masing rayon. Tanpa malu-malu, ada saja salah satu kepala sekolah meminta agar jika nantinya kejadian-kejadian teknis seprti siswa membawa hp, siswa menyontek, membuka buku, atau guru memberikan jawaban melalui selembar kertas, dalam hal ini pengawas diminta agar cuek saja. Dianggap pura-pura tidak melihat, walau sebenarnya melihat. Dan tentu saja bagi guru yang mentalnya rapuh, ikut-ikutan menyetujui praktik salah itu.

Yang paling parah adalah sikap panitia yang berani merubah jawaban pada lembar jawaban siswa mereka. Karena pada saat pengumpulan lembar jawaban pada panitia tidak disaksikan proses pengepakannya oleh para pengawas ruangan. Di sinilah yang sering terjadi. Pihak sekolah dengan curangnnya mengubah jawaban siswa yang mereka cintai. Dengan piawainya mereka mencari-cari nama si anu, si itu, si ini, si itu dan saudara-saudaranya kemudian dirubah jawabannya sehingga lulus. sangat disayangkan sekali, sikap seperti ini setiap tahunnya terus saja terjadi. Dan ini sebenarnya bukan rahasia, tetapi sudah terlihat jelas dipublik, namun sampai saat ini belum ada tindakan dari dinas pendidikan terhadap sekolah yang sering melakukan kecurangan ini.

Inilah kecurangan yang seringkali berlangsung di ujian nasional. Pemerintah dengan susah payah melakukan perubahan terhadap dunia pendidikan, namun hasilnya kita sendiri (para pendidik) yang merusak tatanan tersebut. Apa mau dikata, selamanya kita akan terkurung dalam lingkaran hitam. Guru yang benar-benar melaksanakan tugasnya dengan baik pun akan tercoreng akibat ulah oknum yang melakukan tindakan kecurangan pada ujian nasional.

Alhamdulillah pada tahun 2010 ini pemerintah mengubah alur sistem ujian nasional. Ada wacana berguir bahwa kali ini bukan pengawas sekolah lagi yang silang seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, melainkan siswa masing-masing sekolah melakukan persilangan. Seharusnya memang seperti ini, sehingga tingkat kecurangan bisa diminimalisir. Apalagi jika ditambah dengan tim independen yang harus berada satu orang satu mengawas di dalam ruangan. Tentu saja kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional bisa dihindarkan.

Melihat wacana mengenai aturan ujian nasional seperti di atas membuat para siswa banyak yang ketakutan. Ujian nasional kali ini bera-benar dianggap sebagai hantu. Di samping nilai standar minimal untuk kelulusan yang dirasa cukup tinggi, juga beredar wacana mengenai siswa silang. Tentu saja ketakutan ini dirasakan oleh seluruh siswa di sekolah-sekolah di negara kita. Tidak hanya siswa, tetapi sebagian guru dan kepala sekolah yang dibuat ketakutan oleh aturan ini. Apalagi bagi sekolah yang sering melakukan kecurangan. Wah tentu saja menjadi ini menjadi senjata pembunuh bagi mereka sendiri. Tak ayal lagi, para kepala sekolah sering membahas mengenai aturan ini dengan dinas pendidikan kabupaten. Yang namanya aturan ya harus dilaksanakan, tentu saja bukan untuk dilanggar.

Bagaimanapun yang namanya ujian nasional 2010 harus tetap dilaksanakan. Tidak memungkiri jika nantinya banyak siswa yang tidak lulus. Lantas bagaimana? Pemerintah sudah memberikan jalan terbaik bagi siswa yang belum lulus. Bagi siswa yang belum lulus untuk ujian nasional tahun ini, akan diberikan kesempatan ujian kedua kalinya. Ini adalah kesempatan yang bagus dan perlu didukung, jangan dihalang-halangi. Kalau pun pada ujian ulang nanti masih ada siswa yang belum lulus, pemerintah memberikan jalan terbaiknya, yakni program Paket C atau mengulang lagi selama setahun.

Mudah-mudahan pelaksanaan ujian nasional tahun 2010 ini dapat berjalan dengan lancar dan terhindar dari beragam kecurangan baik yang dilakukan siswa maupun yang dilakukan oleh pihak sekolah. Ini adalah harapan kita semua demi mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Dan mudah-mudahan kita selaku pendidik dapat melaksanakan kegiatan ujian nasional ini sesuai dengan harapan pemerintah. Amin. Sukses terus Ujian nasional.

Bagaimana menurut Sampeyan?


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 25 Januari 2010

Baca selengkapnya......

Menulis: Menjadi Diri Sendiri

Tulisan ini sebagai pengganti atas penrnyataan kawan-kawan mengenai tulisan sebelumnya yang berjudul "Menulis : Mengurangi Berbicara" soalnya saya tidak mengecek di catatan saya apakah sudah termuat atau belum. Mohon maaf ya. Saya kan juga manusia. Punya lupa juga tuh, ha..ha..ha.. (alasan lagi deh)

Dihadapkan dengan berbagai pekerjaan dari sekolah maupun di luar tak mengurangi semangat menulis. Prinsip hidup tetap ditagakkan, menulis dan menulis. Mudah-mudahan prinsip ini tak akan goyah oleh keadaan apapun. Menulis memang pekerjaan yang mengasyikkan. Ditengah-tengah kesibukan, kadangkala mencuri-curi waktu sambil memenuhi kebutuhan hidup, yakni menulis. kadangkala kesibukan sampai larut malam terus saja berlanjut, namun menulis tetap harus menjadi bagian utama sehari-hari. Barang satu tulisan saja. Senang rasanya bisa menyelesaikan sebuah tulisan, apalagi bisa sampai dua, tiga, empat, bahkan sampai tujuh, seperti yang dilakukan Pak Ersis. Mudah-mudahan suatu saat saya bisa seperti Beliau.

Memang benar apa yang dikatakan Pak Ersis, kalau kita ingin melakukan kegiatan menulis hal yang paling utama yang harus dilakukan adalah dengan mengosongkan pikiran. Dengan pikiran yang jernih, tak terkontaminasi dengan pikiran yang jelek pasti akan mudah menerima ide-ide yang terus masuk melalui otak ini.

Selama ini kita banyak mengenal penulis. Dan tentu saja kalau kita mengenal, sudah pasti kita membaca tulisannya. Ketika membaca tulisannya, kita mengapresiasikan hasil tulisan itu dengan berbagai macam pikiran. Bahkan sampai-samapi kita harus melakukan diskusi dengan kawan atau dibawa ke sebuah forum dalam membahas tulisan tersebut.

Kadangkala, saking terinspirasinya dengan tulisannya, kita secara langsung ataupun tidak langsung mengidolakan penulis tersebut sembari berkhayal ingin seperti dia (penulis). Dan celakanya, ketika sudah berbeda pandangan dengan penulis atau kecewa dengan pernyataan si penulis, timbulah rasa benci dan sikap memusuhi menjamur di dalam hati. Si penulis dianggap sebagai musuh besar yang harus terus dimusuhi. Bahkan kalau bisa, penulisnya dibunuh beserta hasil karyanya. Titik. Selesai.

KetiKa kita menulis, ya menulis sajalah. Jangan berkhayal ingin mengikuti gaya penulis si anu, dan si itu. Saya adalah seorang pengagum Pramoedya Ananta Toer. Saya mengagumi Pram ini karena tertular virus yang dibawa oleh dosen saya yang selama ini banyak memberikan bimbingan dalam keseharian, yakni Pak Daud Pamungkas. Saya diperkenalkan dengan yang namanya Pram ini ketika mengambil mata kuliah "Sejarah Sastra." Saya yang saat itu mulai kegandrungan dengan yang namanya membaca, langsung saja berburu karya-karya Pram. Alhamdulillah karena saking cintanya terhadap Pram, akhirnya saya banyak mengoleksi novel-novelnya Pram. Dan sampai saat ini saya masih saja berburu karya-karya Pram yang dianggap tulisan terlarang pada rejim Orde Baru.

Terus terang, saya sangat suka sekali dengan Pram. Dan saya ingin meniru dia. Saya ingin seperti dia. Tetapi, ketika dihadapkan dengan keadaan yang sebenarnya, saya tak mampu menulis sebaik dia. Apakah saya lantas membenci dan memusuhi dia? jawabannya adalah tidak. Sampai saat ini saya masih mengagumi Pram. Benar apa yang dikatakan Pak Ersis dalam bukunya yang berjudul "Menulis Sangat Mudah" mengatakan, bahwa untuk menjadi penulis jadilah dirimu sendiri. Jangan menulis karena ingin meniru gaya tulisan penulis si anu, si itu, si ini dan sebagainya. Karena masing-masing penulis tidak mempunyai kesamaan dalam gaya penulisannya.

Dan memang benar sekali apa yang dikatakan oleh Beliau, bahwasanya menjadi diri sendiri itu sangat indah. Menjadi diri sendiri itu sangat bagus. Dan menulis dengan menjadi diri sendiri memudahkan kita menyelesaikan tulisan. Dengan menjadi diri sendiri, menulis lebih bersemangat, lebih indah, lebih mudah, dan menjadikan hidup lebih hidup.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 24 Januari 2010

Baca selengkapnya......

Menulis: Mengurangi Bicara

Tadi malam saya bertandang ke rumah seorang kawan yang seorang mantan TNI. Saya juga tak pernah tahu mengapa dia sampai keluar dari TNI, apakah dia dikeluarkan dari kesatuan atau memang melarikan diri, saya tidak mau tahu dengan itu. Yang jelas saya berteman. Dia sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Tak pernah rasanya terjadi percekcokan di antara kami berua, walau kadang-kadang sering beradu argumen yang akhirnya melahirkan liur basi yang tak mempunyai arti apa-apa.

Sahabat saya ini seorang yang senang bicara dan berdebat. Bahkan kalau sudah berbicara, dia sepertinya tak mau kalah. Kalau sudah bercerita tentang dirinya, hanya dia sajalah yang paling segalanya. Dan itu kami maklum saja, memang pembawaannya seperti itu. Apalagi kalau sudh berdebat, wah susah deh sepertinya untuk dikalahkan. Berbagai argumen dia keluarkan agar musuh debatnya tak bisa lagi membahas gagasannya.

Kebiasaan, kalau datang ke rumahnya atau dia ke rumah saya, pasti ada saja yang didiskusikan. Dari masalah kehidupan sehari-hari, pekerjaan, berita, perempuan, dan lingkungan masyarakat. Tak habis-habisnya deh kalau berdiskusi dengan dia. Kadang-kadang kalau sudah berdiskusi dengannya, tiga sampai empat jam terasa sebentar sekali rasanya. Kadang-kadang sya juga agak bosan mendengarkaan argumennya, tapi yang namanya teman, apalagi dia sangat baik sekali dengn saya, ya otomatis dengan mau tak mau ya harus mau mendengarkan. Memang dia banyak bicara, tapi hatinya baik. Susah mencari teman seperti dia. Bahkan kalau saya lagi ingin berangkat ke mana saja minta ditemani, pasti dia tak pernah menolak. Tak pernah sekalipun dia menolak permintaan saya.

Lantas apa hubungan dengan "Menulis: Mengurangi Bicara" dengan cerita di atas. Ya ada hubungannya. Sekian waktu saya diberikan arahan, diberikan nasihat oleh Pak Ersis dan kawan-kawan penulis di FB bahwasanya kita lebih baik membuat tulisan daripada menuangkan pikiran melalui sebuah pembicaraan atau perdebatan. Mengapa? Ya kalau kita menuangkan pikiran kita ke dalam tulisan hasilnya pasti ada, yakni sebuah pemikiran yang tertulis. Jelas, dan ada buktinya. Tapi, kalau perdebatan walaupun kita mengeluarkan argumen dengan huibatnya, hasilnya nol. Setelah perdebatan selesai, hanya liur basi saja tertinggal menjadi saksi sebuah perdebatan sambil ditemaani oleh kursi yang sudah mulai bosan diduduki oleh pantat kita.

Kadang kala kita tak sadar, berapa banyak waktu terbuang. Berpa banyak pikiran kita yang tertumpah sia-sia karena tidak ditulis. Padahal, pikiran kita yang tertumpah dalam pembicaraan begitu hebatnya. Kadangkala oraang berdecak kagum mendengarkan kita berorasi, mengeluarkan ide-ide, dan lain sebagainya. Ketika proses pembicaraan selesai, kita pulang ke rumah masing-masing, hasil pembicaraan itu tak berarti. Apalah artinya banyak bicara jika tak mampu berkarya. Saya bukannya mengutuk sahabat saya, tapi saya mengutuk diri ini yang dulunya kok tidak menuangkan pikiran saya ke dalam sebuah tulisan. Inilah yang saya sesalkan. Tapi lebih baik terlambat melakukan daripada tidak sama sekali.

Guru Spiritual saya yang bernama K.H. Muhammad Qohar pernah mengatakan, bahwasanya sesorang yang sukses hidupnya adalah orang yang berani melakukan suatu tindakan yang baik. Orang yang hanya banyak bicara, banyak berdebat, tak menghasilkan apa-apa. Yang dihasilkannya adalah kesombongan bagi yang menang, dan dendam bagi yang kalah. Tapi, kalau kita melakukan sutu tindakan yang baik, hasilnya pasti akan menuai kebaikan baik dari orang lain maupun Allah. Beliau menceritakan, bahwasanya seorang wanita sufi yang bernama Rabiatul Adawiyyah mengatakan bahwa "Ilmu yang paling tinggi daan yang paling hebat di dunia ini adalah ilmu yang orang lain tidak tahu."

Makanya dengan menulis kita mengurangi kebiasaan yang namanya berbicara. Toh dengan menulis kita tidak berbuat gosip, tidak menuduh orang, tidak menggunjing orang, dan tidak berbuat sia-sia. Hasil menulis yang kita buat adalah melahirkan sebuah tulisan. Jadi kalau kita menuis, kita dapat melihat sendiri hasil pikiran yang telah kita tuangkan. Kita dapat kembali mengulang-ulang membaca hasil pikiran kita yang telah tertulis.

Ternyata menulis memang hebat. Dengan menulis, kita bisa kembali membaca kembali pikiran kita yang telah lalu. Walau sampai kapan pun. Dan menuis tentu saja memberi kenangan yang sangat indah.

Bagaimana menurut Sampeyan?
Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 21 Januari 2010

Baca selengkapnya......

Selasa, 19 Januari 2010

Menulis: Karena Ingin Menulis

Sekian waktu sudah mendapat gembelangan dari Pak Ersis mengenai menulis. Alhamdulillah setiap hari membikin tulisan. Ya minimal satu tulisan lah. Ini sebagi pembuktian bahwa saya serius dalam mengkuti setiap ajaran menulis yang diberikan Pak Ersis melalui FB.

Kesibukan mengajar, kesibukan di luar, kesibukan di FB dan kesibukan melakukan tetek bengek yang lainnya ternyata tidak mempengaruhi yang namanya menulis. Apa sih yang susahnya menulis. Ternyata menulis memang benar-benar mudah. Jauh lebih mudah dibandingkan makan daging itik. Kalau makn daging itik kadang-kadang memakannya bercampur emosi, mulai dari dagingnya yang (istilah Banjarnya) "layat diigut". Beda dengan menulis. Menulis kalau kita menyukainya dan menjadikan menulis sebagai nkebutuhan hidup, duh enak pisan euy.... Lancar rasanya menuangkan pikiran pada tulisan.

Lantas, apa hubungannya dengan "Menulis:Karena Ingin Menulis." Ya saya menulis bukan karena paksaan, bukan karena tuntutan, bukan karena ingin ini, itu, begini, begitu dan sejuta alasan yang menunggu. Saya melakukan kegiatan menulis, ya karena ingin menulis. Apakah salah jika seseorang melakukan menulis karena ingin menulis? Apakah ada Allah melarang di dalam Al-Qur'an bahwasanya yang menulis mendapat dosa? Jawabannya tentu tidak dong.

Lantas bagaimana dengan hadiah buku yang diberikan oleh Pak Ersis kepada saya? Apakah menulis karena untuk mendapatkan buku? Oh tentu tidak, kawan. Saya melakukan menulis, ya karena saya ingin belajar menulis. Saya belajar dengan guru yang bisa menulis. Saya belajar menulis karena ingin bisa menulis. Dan tentu saja menulis karena ingin menulis. Bukan keran ingin dapat buku, atau ingin dapat duti, atau juga ingin jadi pemenang lomba menulis. Mengenai kenapa Pak Ersis memberikan buku kepada saya, silahkan Anda tanyakan langsung pada Beliau? Karena Beliau lah yang berkompeten menjawab pertanyaan itu.

Kampanye menulis yang dipimpin oleh Pak Ersis banyak membuahkan hasil bagi diri saya sendiri, dan mudah-mudahan bagi kawan-kawan juga demikian. Saya yang asalnya patah semangat dalam menulis karena ketakutan yang mendalam akibat membaca berbagai macam buku teori menulis yang harus ini, itu, begini, begitu, yang akhirnya menyulitkan menulis. Setelah banyak diberi arahan, walau hanya melalui FB, semangat menulis kembali lagi. Dan mau belajar dari awal lagi.

Kenangan masa SD juga kembali lagi sewaktu membaca buku "Menulis Sangat Indah" yang tentu saja ditulis oleh Pak Ersis sendiri. Kenangan itu adalah kenangan yang buruk sekaligus lucu juga setelah merenunginya. Begini ceritanya.... eng...ing..eng....:

Ketika masih di SD kalau tidak salah kelas 5, kami disuruh membuat karangan oleh guru kelas. "Anak-anak... hari ini kita belajar mengarang. Karangannya tentang keindahan alam. Pernah melihat pantai?" otomatis semua siswa pada ribut menjawab "Pernah...!!" dengan semangat sekali jawaban itu.
"Siapa saja yang pernah ke pantai" tanya guru kepada siswanya.
"Saya, Bu....saya, Bu...." suasana kelas ribut akibat teriakan histeris anak SD seperti halnya kaula muda yang melihat artis pujannya seraya mengacungkan telunjuk.
"Baiklah, anak-anak... di pantai ada apa saja" tanya guru sekali lagi. Dan suara pun bergemuruh layaknya pasar ikan. Ada yang jawab laut, perahu, pasir, orang-orang, dan sebaginya. Bahkan ada yang berkelahi gara-gara memperebutkan jawaban. "Itu tadi aku yang jawab!"kata salah satu siswa. "Kada, itu aku yang jawab duluan. Ikam cari jawaban sorang." Dan gara-gara rebutan jawaban, adu jotos pun terjadi. Akhirnya pelajaran mengarang dihibur dengan adu jotos dua orang yang memperebutkan jawaban. Keadaan pun reda setelah dilerai oleh guru. Kemudian mereka bersalaman. Sama persis seperti yang dilakukan oleh Ruhut dengan Gayus, tetapi mereka cuma adu mulut saja.

"Mari anak-anak, ini kertas folio. Kalian mengarang di kertas ini, dan jangan ribut. " akhirnya kami semua mengarang dengan semangat dan dipenuhi kekhusuan. Wah kalau diingat-ingat, karangan anak SD lebih bagus ketimbang anak SMA. Anak SD dalam mendeskripsikan apa yang pernah dilihatnya sangat detail menjabarkannya. Bahkan, nama hewan yang kecil di pantai, seperti (kata orang Tanah Bumbu) Pumpum, bulu babi, kepiting batu, dan lain-lain. Ada yang lucu lagi, buah yang bentuknya bulat seperti apel, salah satu family Mangrove diberi nama Buah Khuldi. Saking bingungnya memberi nama lo. Maklum tidak tahu.
Alhamdulillah saya duluan selesai. Dua lembar folio bergaris habis oleh karangan saya. Sementara kawan-kawan satu lembar saja sulit sekali. Bahkan banyak yang belum selesai. Pujian pun mengalir dari mulut kawan-kawan yang membaca punya saya. Bahkan ada yang menyontek sebagian isi karangan itu untuk menyelesaikan punya dia.

Akhirnya waktu yang ditunggu pun tiba. Hasil karangan dikumpulkan. Perasaan sangat yakin, pasti dapat nilai paling rendah 9. Dan guru pun langsung membaca hasil karangan kami. Pas giliran karangan saya. Alhamdulillah, belum dibaca guru sudah dicaci maki. Entah ada apa, saya pun tak tahu. "Faisal.... dasar tulisan cakar ayam.... tulisan apa ini!" dan sejuta kata makian diberikan. Langsung diberi nilai 6. Ohh... hancur hati ini rasanya. Perjuanganku.... oh.. sia-sia... Kacian deh gue. Sudah diomeli, dicaci maki, dan karangan belum dibaca sudah diberi nilai 6.

Yang namanya siswa SD takut sekali dengan gurunya. Ya, pasrahlah... apa boleh buat, dunia sudah bulat. Karangan, dapat nilai 6. Padahal kawan-kawan yakin sekali kalau nilai yang saya dapatkan pasti 9. Ya namanya anak SD, laki-laki, wajarlah anak segitu tulisan masih cakar ayam. Ini bisanya cuma marah-mara saja tuh guru, baca karangannya nggak. Ribet dah urusannya kalau begini.

Sejak saat itulah saya sangat membenci yang namanya mengarang. Kalau ada pelajaran mengarang, ah... takutnya bukan main. Ketakutan dicaci, dimaki, dihina seperti itulah yang membuat patah sayap.

Sejak merenungi kembali kejadian sewaktu SD itu, saya bisa berpendapat, bahwa guru SD disuruh mengarang bersama siswanya pasti hasilnya lebih hebat siswanya. Ya jelas, soalnya ketika siswanya disuruh mengarang, gurunya meninggalkan kelas, atau mungkin melamunkan sang pacar karena sudah lama membujang, atau juga memang tak bisa mengarang jadi hasil karangan siswa tidak dibaca. Apalagi jaman sekarang, siswa disuruh mengarang guru SMS an sambil berayuan. Jelas itu. Ini fakta yang terjadi di tempat saya, khususnya di Kecamatan Simpang Empat. Mudah-mudahan di tempat Sampeyan, tidak seperti ini.

Inilah problema yang terjadi di sekolah-sekolah. Benar apa yang dikatakan oleh Pak Ersis, banyak guru, dari yang titelnya diploma, sarjana, magister, masih belum bisa menulis. Benar lho. Ini fakta. Saya saja merasa malu setalah membaca buku yang diberikan Pak Ersis. "Hari gini, guru nggak bisa nulis." Wah ini cambuk terbaik bagi saya. Oleh karena itu, saya ingin belajar menulis dan menulis. Menulis, ya karena ingin menulis.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Faisal; Tanah Bumbu, 20 Januari 2010

Baca selengkapnya......

Menulis: Menuai Berkah

Rasanya saya baru satu bulan mengikuti kegiatan menulis yang dikampanyekan oleh Pak Ersis. Ternyata, dengan waktu yang sesingkat itu telah memberikan reward yang paling indah kepada saya. Buku. Ya buku. Buku merupakan barang yang paling berharga bagi saya. Apalagi yang buku yang diberikan oleh Pak Ersis jumlahnya banyak sekali. Dan isinya tulisannya tentu sja memberikan motivasi kepada kita semua agar selalu menulis dan menulis.
Saya bingung dan bercampur haru serta gembira ketika menerima hadiah ini. Saya sempat berpikir, bagaimana caranya membalas kebaikan Pak Ersis kepada saya. Keikhlasan Pak Ersis dalam membina mahasiswanya ternyata tidak hanya sebatas membina saja. Tapi juga mencurahkan segalanya. Coba Anda piker, apakah ada dosen yang mau memberikan buku kepada mahasiswanya, apalagi sampai mengirimkan ke rumah mahasiswanya? Jarang sekali ada. Walau pun ada satu diantara seratus orang dosen itu pun Wallahualam.

Kebanggan, yang jelas bangga. Bukan main, saya pamerkan buku-buku itu kepada kawan-kawan di tempat kerja saya. “Nih, lihat. Saya diberi banyak buku oleh Pak Ersis. Ini tulisan Beliau semua lho…. Ini ada juga tulisan mahasiswanya yang sekarang telah menjadi penulis. Hebat bukan…?” “Iya Hebat eh….” Ya memang hebat… mengapa tidak. Itu hasil karya koq. Hasil karya yang telah membuka mata kita agar kita mau menulis. Kawan-kawan yang di kantor pada bingung. Mereka bingung apa sih hubungannya antara Pak Ersis dengan Faisal. Pak Ersis kan dosen Sejarah, sedangkan Faisal dulu kuliahnya di PBSID. Lha apa hubungannya? Ya, hubungannya Beliau dosen saya, dahn saya mahasiwa Beliau, titik.

Kawan saya juga yang notabene lulusan dari Sejarah, angkatan atas lagi, pada mengeluh pada saya. Dia bilang “selama aku kuliah di Sejarah kada pernah diberi Pak Ersis buku.” Jangan cemburu lah kawan. Pak Ersis kan bisa menilai sendiri. Mau itu mahasiswanya atau bukan, kalau Beliau sedang mau memberi, ya memberi. Jadi kalau pengen diberi buku juga, ikutan menulis dong. Sembari sambil mempromosikan kegiatan menulis dihadapan kawan-kawan. Tapi, dia ngomongnya lain. “Aku kada bisa menulis, pang. Ngalih banar rasanya.” Ooo….jangan begitu Bos. Jangan patah semangat. Kite-kite (kata orang betawi) ini adalah sarjana, guru, pendidik, maka dari itu harus berani menulis. Wong orang yang gak lulus SD aja berani korupsi. Wong para pejabat di pemerintahan aja berani masuk penjara demi korupsi. Mengapa kita tidak mau menulis? Menulis kan bukan korupsi? Menulis kan tidak masuk penjara? Kalau pengen menulis silahkan baca buku ini, atau lihat di http//webersis.com. (sembari mempromosikan buku-buku tulisan Pak Ersis dan Syamsuwal Qomar kepada kawan-kawan)

Menulis dan menulis. Itulah yang selalu terngiang-ngiang di telingan saya.Seolah-olah Pak Ersis selalu mengatakan itu di dekat saya. Ini lah hikmahnya. Inilah barokahnya menulis. Allah Maha Segalanya.

Ketika membaca buku yang Beliau kirimkan kepada saya, ada rasa penyesalan timbul dalam benak ini. Ada rasa pengutukan terhadap diri, mengapa selama ini aku hanya bisa melahirkan sebuah tulisan saja, yakni skripsi doang. Mengapa aku tak bisa menulis artikel? Padahal aku jurusan Bahasa Indonesia, yang notabene jurusan tersebut berkutat pada dunia tulis menulis. Gobloknya diri ini. Koq bisa-bisanya kemarin berguru menulis sama yang nggak bisa menulis, ya? Hanya memandang title saja, tetapi tidak melihat tulisannya. Ternyata selama ini kudibutakan oleh mata sendiri. Mempelajari teori-teori menulis yang membuat mumet otak sehingga membuat tulisah hasilnya nol. Kadang-kadang satu atau dua paragraf mandek di tengah jalan.

Penyesalan sambil ketawa ketika memikirkan sewaktu masih sekolah sampai kuliah dulu. Koq bisa seperti itu ya? Aneh. Dunia memang aneh. Menyimpan segenap rahasia yang kita takkan bisa mengungkapnya jika tidak berani mengungkapnya sendiri.

Ternyata tidak hanya saya, kawan-kawan saya yang seangkatan bahkan senior saya pada belum bisa juga menulis tuh. Entah mengapa demikian? Padahal IP mereka tak kurang dari 3,5 bahkan lebih di atas itu. IP dipamerkan ke mana-mana, tetapi karya tulisnya, duh…duh…duh…. tidak ada tuh. Bahkan yang membuat saya tertawa adalah ketika ingat kawan saya menulis skripsi sampai harus membayar orang membikinkan karyanya. Ya otomatis ketika ujian, tidak ada satupun pertanyaan dari dosen yang mampu dijawabnya. Koq orang seperti ini bisa diluluskan ujian skripsinya, ya? Bingung juga saya, sampai saat ini.

Menulis, menulis dan menulis. Tannpa menulis tak melahirkan karya tulis. Tanpa menulis kita akan menjadi orang yang kerdil. Orang yang terbelakang.

Jangan hanya bisa berdebat, banyak omong, tetapi tak bisa membuat sebuah tulisan. Kalau melihat tulisan orang langsung sinis. Mengatakan inilah yang kurang, itu lah, ite lah, ita lah… dan segudang saudaranya dibawa-bawa ke dalam sebuah perdebatan. Kenapa didebat? Ditulis lah…. Mana tahu yang benar sama yang salah kalau cuma didebat. Coba hebat mana orang yang mendebat dengan yang menulis? Ya, jelas hebat orang yang menulis lah. Orang yang senang mendebat tulisan orang ya cuma bisa mndebat, hanya membuang liur basi hasil guring melandau. Tapi bagi yang menulis, dia menghasilkan tulisan. Dia menghasilkan karya. Di debat ataupun tidak seorang penulis tak akan peduli. Tulisan telah menjadi tulisan. Di debat atau tidak tetap menjadi sebuah tulisan, dan tak mungkin menjadi liur basi.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 19 Januari 2010

Baca selengkapnya......

Menulis: berbagi Kasih

Alhamdulillah hari ini bisa bertemu dengan yang namanya Senin. Setelah hari Minggu mengalami kelelahan total sehabis mengantarkan keluarga ke Bandara Syamsuddin Noor pada malam minggu pukul 23.15 soalnya mengejar jadwal keberangkatan pada Minggu pagi dan harus pulang lagi pagi pukul 06.00, nyetir sendiri, dan tentu saja sangat-sangat melelahkan dan kantuk pun tak bisa ditahan-tahan lagi. Alhamdulillah ternyata sampai dengan selamat di rumah. Otomatis ketika sampai, langsung tidur dan istirahat total pada hari Minggu.
Ketemu dengan yang namanya Senin pada pagi ini dihadapkan dengan kegiatan upacara bendera pada pukul 07.00 yang merupakan kegiatan wajib di sekolah. Tanpa sempat sarapan pagi, serta tanpa sempat melakukan tetek bengek seperti pagi-pagi biasanya. Perputaran kegiatan seolah-olah tak pernah berhenti dari satu kegiatan ke kegiatan yang lainnya.

Menulis berbagi kasih, itulah judul di atas. Tidak hanya natal atau hari valentine saja yang berbagi kasih. Tapi dengan menulis kita juga dapat berbagi kasih dengan kawan-kawan. Apa yang dilakukan Pak Ersis kepada kita tentu saja wujud pemberian kasih sayang Beliau yang sangat dalam. Mengapa demikian? Pak Ersis tentu saja dalam hal ini mengajak kita berbuat sesuatu yang baik. Wujud kasih sayangnya digambarkan melalui tulisan, yang mana tulisan-tulisan Beliau yang kita baca selalu memberikan kita motivasi untuk melakukan sesuatu, yakni menulis dan menulis.

Tidak hanya sampai di situ, wujud kasih sayang Beliau juga dituangkan dalam bentuk memberikan buku kepada kita yang tujuannya tentu saja kita tetap semangat menulis. Sulit lho mencari orang yang mau memberi buku.

Selama ini mungkin saja kita ditakutkan dengan yang namanya menulis. Dengan alasan yang beragam, dari takut, malu, bahkan sampai yang namanya malas. Alhamdulillah, Pak Ersis dengan kasih sayangnya memberikan jalan terbaik dan solusi yang tepat mengenai permasalahan menulis ini. Dengan kampanye menulis yang dilakukan Pak Ersis membuat kita tergugah untuk melakukan kegiatan menulis ini. Dan hasilnya, tentu saja kawan-kawan di FB dapat melihat sendiri hasil dari kampanye ini. Mudah-mudahan kegiatan ini tak akan pernah berakhir.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 18 Januari 2010

Baca selengkapnya......

Menulis: Mengajak Berbuat Sesuatu

Pagi-pagi di Sabtu ini bangun lebih awal dari biasanya. Padahal tadi malam tidurnya larut melebihi tengah malam. Kesibukan pagi, ya biasa pekerjaan membersihkan halaman rumah sudah menunggu. Belum lagi tetek bengek yang harus diselesaikan.
Setelah kegiatan di rumh sudah dibereskan, menantikan lagi kegiatan yang setiap harinya seputar itu-itu saja. Ya berangkat ngajar pagi-pagi lah, melihat polisi berjaga di pinggir jalan, meihat siswa kebut-kebutan berangkat agar tak dikuni pagar sekolahnya oleh Washar. Bahkan ketika sampai di sekolah yang disaksikan pemandangan lagi, yakni banyaknya siswa yang mendapat giliran kelasnya melakukan senam pagi secara kucing-kucingan dengan guru olahraganya agar tak dihukum karena terlambat.

Ya sudah lah, itu adalah pemandangan yang selalu terlihat setiap harinya. Belum lagi kumpulan beberapa siswa yang harus terlmbat masuk sekolah. mendapat hukuman, ya sudah tentu pasti. Alhamdulillah semua itu dapat dilalui dengan enjoy walau kadaang agak jengkel melihat siswa yang terlambat masuk, padahal saya sudah setengah jam ngajar di dalam. Yang jelas ketika kedatangannya mengganggu konsentrasi siswa yang telah belajar.

Sekian lama sudah promosi kampanye menulis yang dilakukan Pak Ersis dan kawan-kawan di FB akhirnya membuahkan hasil. Alhasil, banyak yang ikut memuat tulisannya di FB. Dan tentu saja ini menjadi sangat mengasyikan. Sharing di antara kawan-kawan pun menjadi ramai. Indah sekali rasanya dapat mengajak berbuat sesuatu. Ya, di sini Pak Ersis mengajak kita berbuat sesuatu, yakni menulis. Menulis ya menulis. Mengapa harus takut? Itu yang selalu diungkapkan oleh Beliau.

Alhamulillah virus menulis juga udaah mulai menular di SMAN 1 Simpang Empat Kab. Tanah Bumbu. Para siswa, khususnya kelas X yang mengikuti mata pelajaran Bahasa Indonesia yang saya asuh sangat antusias dengan kampanye menuis ini. Apalagi mereka sering iri dan sering ingin ikut nimbrung dalam tulisan di FB yang dilakukan oleh Pak Ersis dan kawan-kawan. Dan tentu saja saya tidak melewatkan kesempatan ini. Saya mulai ajak mereka intuk melakukan sesuatu, yakni menulis tentunya. Mudah-mudahan saja mereka memang benar-benar ikhlas dalam mengikuti kegiatan ini. Karena saya umumkan, bahwa kegiatan ini tidak ada sangkut pautnya dengan nilai. Saya berbuat seperti ini, agar siswa nantinya tidak mengharapkan pamrih dalam menulis. Yang terpenting adalah mereka mampu melahirkan tulisan.

Tadi malam juga ada juga kawan saya yang nyeletuk. Katanya demikian, "Uma ae... handak banar ulun kawa menulis kaya bubuhan Pian." Melihat antusias kawan seperti ini saya sangat senang. Dan langsung disupport saja. "Ya tuis saja, jangan takut dicerca dan dicemooh, orang yang senang mencerca tulisan orang lain belum tentu bisa menulis" kata saya demikian. "Kalau mau tahu rahasianya silahkan klik di http//webersis.com" sambil promosikan web nya Pak Ersis.

Ya, akhirnya alhamdulillah kawan saya itu menulis. Dia menulskan satu puisi yang indah berjudul "Cemburu". Allhamdulillah, akhirnya dengan menulis kita dapat mengajak melakukan sesuatu, yakni mengajak menulis dan menulis.

Bagaimana menurut Sampeyan


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 16 Januari 2010

Baca selengkapnya......

Menulis Gotong Royong

Setelah sekian lama mengikuti kulian Online "Menulis" di FB yang dipimpin oleh Pak Ersis Warmansyah Abbas, ketertarikan menulis makin menjadi-jadi. Kalau sehari saja tidak menulis satu tulisan rasa ada beban berat dalam pikiran ini. Serasa berbuat dosa. Alhaamdulillah apa yang diberkan oleh Pak Ersis selama ini membuat diri ini semakin mencintai yang namanya menulis.

Menulis dan menulis. Ituah yang selalu dikomandokan oleh Pak Ersis. Benar apa yang dikatakan oeh Beliau bahwa kita jangan malu atau takut dicerca untuk menghasilkan suatu karya, orang yang senang mencerca belum tentu bisa menghasilkan sebuah tulisan. Dan itu memang benar adanya. Banyak orang yang mempunyai gelar dari sarjana sampai profesor, doktor, belum bisa yang namanya menulis. menapa demikian? Mungkin saja mereka malas, atau penuh dengan kesibukan, atau juga memang benar tidaak bisa membuat tulisan. Wallahualam.

Program menulis yang selalu dikampanyekan oleh Pak Ersis tidak hanya melalui FB atau bangku sekolah saja, namun program yang dikampanyekan oleh Beliau juga merebak masuk ke dalam lingkungan sekolah, khususnya di SMAN 1 Simpang Empat Kab. Tanah Bumbu. Alhamdulillah, saya selaku guru di sekolah tersebut dapat menyampaikan program menulis tahun 2010 kepada siswa di sini. Banyak siswa yang tertarik untuk menulis, karena saya selalu memperkenalkan tips-tips menulis dan tulisan Pak Ersis kepada siswa. Hasilnya, mudah-mudahan siswa di sini memang benar-benar serius dalam mengikuti kegitan yang nantinya akan mulai berjaan Insya Allah hari Selasa ini.

Ketertarikan siswa ini dipicu oleh kegiatan menulis yang dilakukan Pak Ersis dan kawan-kawan yang selalu membagi-bagikan tulisan kepada kawan-kawn di FB. Siswa yang melihat kegiatan ini tentu saja sering bertanya pada saya. Dan mereka sangat ingin sekali membuat tulisan agar bisa dipublikasikan di FB. Alhmdulillah semenjak ikut program yang dikampanyekan oleh Pak Ersis ternyata mampu menularkan virusnya kepada siswa SMAN 1 Simpang Empat.

Menghasilkan tulisan adalah sebuah kebanggaan yang luar biasa. Inilah yang diinginkan para siswa di sini. Mungkin banyak ide di dalam pikiran mereka, namun kesulitan menuangkan ke dalam sebuah tuisan. hal ini dikarenaan mungkin karena susahnya menyusun kosakata, merasa takut menulis karena berpikiran tulisannya akan dicerca, dan juga tidak ada guru yang memperhatikan ide dan gagasan mereka. Ini adalah merupakan tantangan. Tolong doa dari Pak Ersis dan Kawan-kawan sekalian, mudah-mudahan hambatan ini dapat dilalui dan siswa benar-benar bisa menulis dan menulis.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Baca selengkapnya......

Senin, 18 Januari 2010

Menulis: Jumat Menulis

Hari Jumat adalah hari yang sakral bagi umat muslim. Yang mana keiatan kerohanian banyak dilakukan mulai dari malam Jumat sampai pada hari Jumatnya. Kita sering melihat dan mungkin juga sering melakukan kegiatan membaca amalan-amalan, atau melakukan berbagai macam shalat sunnat serta membaca Al-Qur'an pada malam Jumat. Tentu saja tujuannya adalah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, sehingga malam itu menjadi malam yang begitu sakral. Kalau melihat di kampung-kampung yang jauh dari perkotaan, suasana malam Jumat memang benar-benar suasananya terlihat sakral. Yang terdengar adalah lantunan orang membaca dzikir di surau atu di masjid, kemudian membaca surah yaasin dan membaca amalan lainnya. Jarang sekali terlihat orang melakukan kegiatan yang berbau keduniawian.

Malam Jumat juga kadang-kadang dinggap sebagai malam yang angker. Mengapa? Mungkin sudah dari nenek moyang kita mitos tersebut diturunkan kepada anak cucu agar tidak keluyuran ke luar rumah dengan tujuan kita semua melakukan suatu kegiatan yang bermanfaat bagi diri kita. MItos tersebut tentu saja saat ini masih saja berkembang di dalam masyarakat kita. Mungkin saja mitos tersebut sudah dikultuskan oleh nenek moyang dan harus dipegang erat oleh anak cucunya.

Ketika pagi Jumat, di instansi pemerintah kegiatan bekerja seperti hari-hari lainnya berbeda jauh dengan hari Jumat. Ini mungkin dikarenakan waktu yang sempit karena harus dihadapkan dengan shalat Jumat. Tentu saja Shlat Jumat merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat Islam. Oleh karena itu, supaya tidak bertabrakan dengan pelaksanaan shalat Jumat, pemerintah mengganti kegiatan bekerja dengan berolahraga bersama dan melakukan kegiatan Jumat bersih bersama.

Tidak hanya di lingkungan pemerintahan, tetapi di lingkungan pondok pesantren juga demikian. Jumat begitu sakral bagi mereka. Oleh karena itu, santri-santri yang menempuh pendidikan di pondok pesantren diliburkan pada hari Jumat. Sebagai ganti kegiatan sekolah, mereka biasanya banyak yang melakukan kegiatan keagamaan sambil menunggu datangnya shalat Jumat.

Pada minggu yang telah lewat ada ajakan dari sahabat kita yang bernama Fatimah Adam, mengajak kita untuk melakukan kegiatan menulis bersama pad hari Jumat. Ini merupakan gagasan yang bagus untuk kita kerjakan. Biasanya di harai Jumat di instansi pemerintahan melakukan olah raga bersama dan melakukan Jumat bersih bersama. Dan untuk kita, bagaimana kalau melakukan menulis bersama setiap hari Jumat. Mudah-mudaan kawan-kawan menyetujuinya.

Alangkah indanya jika kita bisa meakukan sesuatu yang teerbaik di hari Jumat ini. Melakukan menulis bersama di hari Jumat dan menjadikannya sebagai program wajib bagi kita selaku jamaah fesbukiyah yang mendukung dan melakukan kampanye "menulis" pasti akan menimbukan suatu kenikmatan dan kebanggaan tersendiri. Yang pastinya, silaturrahmi kita akan selalu terjalin dengan baik. Semoga saja banyak yang mendukung dan ikut serta menuangkan pikirannnya dalam tulisan di hari yang sakral ini. Amiin.

Bagaimana menurut Sampeyan?


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 15 Januari 2010

Baca selengkapnya......

Jumat, 08 Januari 2010

Koin Peduli Bakrie

"Koin Peduli Bakrie" ya, itulah judul tulisan yang saya ungkapkan hari ini. Tadi pagi ketika saya mengikuti siaran Editorial di Metro TV, ada hal menarik perhatian saya terhadap diskusi pada acara tersebut. Yakni masalah pajak. Pada acara tersebut diungkap bagaimana perilaku orang kaya dalam membayar pajak di negara kita ini. Dan tentu saja pembicaraan tersebut sangatlah menarik, apalagi yang menjadi sorotan adalah Bakrie yang merupakan salah seorang pengusaha terkenal dan ternama di Indonesia.
Membayar pajak adalah kewajiban setiap warga negara. Negara akan maju dan kaya jika rakyatnya membayar pajak dengan baik. Yang namanya wajib tentu harus, tidak ada pengecualian. Dari masyarakat bawah hingga masyarakat kelas atas tentu saja wajib membayar pajak menurut aturan yang berlaku dan ini harus benar-benar dijalankan.

Pernahkah kita membayangkan bagaimana jika ada orang kaya raya yang selama hidupnya tidak membayar pajak, sementara kita selaku orang kelas bawah selalu taat dalam mebayar pajak. Inilah yang menjadi topik yang hangat pada acara Editorial tadi pagi. Permasalahannya adalah Bakrie yang merupakan seorang pejabat, seorang pengusaha, seorang konglomerat yang hidupnya dikelilingi oleh harta yang melimpah ruah, kok sampai saat ini belum bayar pajak. Hutang pajak yang dimiliki oleh Bakrie adalah sebesar 2,5 triliyun rupiah. Itu hanya pajak dari tiga perusahaan yang dia miliki. Belum lagi yang lainnya, kalau dikalkulasikan sebesar 10 triliyun rupiah.

Melihat jumlah uang pajak yang ada pada Bakrie di atas tentu saja menjadi pertanyaan, kok masalah itu tidak diungkap ke publik. Mengapa pemerintah hanya diam saja melihat kondisi tersebut. Sementara kita selaku rakyat kelas bawah yang mempunyai kewajiban dan hak yang sama di dalam negara ini kok selalu dikejar-kejar yang namanya pajak. Sebagai contoh, setiap awal bulan pada saat pengambilan gaji bagi PNS atau pegawai swasta lainnya selalu dipotong pajak 15%. Belum lagi ada mendapat tunjangan atau insentif daerah, potong pajak lagi 15%. Kemudian pajak ini dan itu selalu saja mengejar kita setiap bulannya. Sangat berbeda jauh dengan Bakrie, yang selama ini hidup dengan kemewahan, pendapatan setiap bulan dari perusahaan yang ia kelola, kok tidak dikejar yang namanya pajak. Inilah yang membuat ketidakadilan masih berjalan mulus di negara ini.

Kasus pajak yang dibebani oleh Bakrie ini juga sampai saat ini belum dijungkap, sementara kasus Bank Century yang merugikan negara sebesar 6,5 triliyun rupiah dihebohkan. 6,5 triliyun hebohnya dari Sabang hingga Merauke bahkan menjadi tontonan dunia. Tetapi yang 10 triliyun rupiah mengendap di dalam tanah. Adem ayem saja pemerintah melihat keadaan ini. Mengapa ya?

Kemarin masyarakat Indonesia pada ramai mengumpulkan koin untuk solidaritas terhadap Prita. Nah sekarang apakah kita juga perlu mengumpulkan koin untuk orang kaya yang bernama Bakrie ini untuk membantunya membayar pajak. Karena orang yang tidak dapat membayar pajak itu adalah orang miskin. Mungkin kita sebaiknya mengumpulkan koin yang nilainya Rp.50,- agar meringankan beban Bakrie dalam melunasi hutang pajaknya. Ya mudah-mudahan saja kawan-kawan di indonesia ini dalam waktu cepat mendirikan posko yang bernama "Koin Peduli Bakrie."

Ini adalah salah satu contoh dari para pengusaha yang malas membayar pajak. Kalau dikalkulasikan hutang para pengusaha nakal di Indonesia yang belum membayar pajaknya sekitar 45 triliyun rupiah. Uang yang sangat besar yang selama ini ditutup-tutupi oleh pemerintah. Seandainya saja uang tersebut digunakan untuk dana pendidikan atau membantu masyrakat miskin di Indonesia, sudah pasti tidak ada lagi anak-anak yang putus sekolah dan tidak ada lagi masyarakat yang miskin. Dan senadainya juga uang tersebut digunakan untuk perbaikan listrik di negara kita, otomatis tidak ada lagi yang namanya pemadaman bergilir (mati lampu) di mana-mana.

Bagaiaman menurut Sampeyan?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 5 Januari 2009

Baca selengkapnya......

Potret Hukum dan Mafia Peradilan

Hari pertama memasuki awal tahun ditantang sama Pak Ersis untuk membuat satu tulisan baik artikel maupun sebuah puisi. Ini saya anggap sebagai ujian dari Pak Ersis, sampai sejauh mana keseriusan kita dalam mengikuti kegiatan menulis yang digawangi oleh Beliau. Bagi saya tulisan ini diterima ataupun tidak bukan menjadi masalah. Yang terpenting adalah semangat menulis yang selalu diberikan oleh Pak ersis kepada saya, mudah-mudahan nantinya dapat menjadi penulis yang sebenarnya.
Sebelum saya membicarakan tema tentang "Keadilan di negara kita", ada baiknya saya menceritakan sebuah riwayat. Riwayat ini adalah mengenai sistem hukum yang berjalan di suatu daerah. Ceritanya begini:
Ada sebuah riwayat dari Daerah di Yordania yang bernama Hadramaut. Di sana masyarakatnya benar-benar taat terhadap hukum dan para pejabatnya pun menjalankan hukum dengan sebaik-baiknya. Tidak ada tindak kejahatan yang terjadi di sana. Semua orang berusaha sekuatnya taat terhadap aturan hukum yang berlaku.

Pada suatu waktu ada keributan yang terjadi di sana. Keributan antara dua orang yang dulunya pernah melakukan jual-beli tanah. Anggap saja namanya A dan B. Keluarga si A ini menjual sebidang tanahnya kepada si B. Dan ketika si B mendirikan sebuah bangunan dan membuat sebuah sumur pada tanah yang dibelinya pada si A, dia menemukan peti harta karun. Dia bingung dan memanggil si A karena si B menganggap bahwa harta setersebut adalah milik si A. Namun, si A tidak mau mengakuinya. Dia mengatakan bahwasanya tanah tersebut sudah dijualnya beserta isinya kepada si B. Jadi harta tersebut adalah milik si B. Tetapi si B ini tidak mau menerima harta tersebut. Dia berpendapat bahwa dirinya membeli tanah tersebut hanya di atasnya saja. Isi di dalamnya tidak terdapat dalam perjanjian.

Terjadilah perang mulut antara si A dan B yang sama-sama tidak mau menerima harta tersebut. Dan kejadian itu sampai berlanjut ke persidangan. Tentu saja aparat hukum yang yang menjabat di negeri itu marasa kebingungan. Soalnya selama ini, baru pertama kali ini sebuah permasalahan sampai muncul ke pengadilan. Dan yang membingungkan para pejabat di sana adalah kedua pihak tidak mau mengakui harta yang ditemukan di dalam tanah yang telah terjual oleh A dan dibeli oleh si B.

Karena tak ada jalan keluar, akhirnya hakim bertanya apakah si A dan B mempunyai anak. Ternyata si A mempunyai seorang anak perempuan dan si B mempunyai anak laki-laki. Lalu hakim memutuskan agar mengawinkan anak si A dengan anak si B dengan mas kawinnya adalah harta tersebut. Dan setelah perkawinan itu, harta yang mereka temukan itu diberikan kepada anak yang mereka nikahkan tadi.

Di atas adalah sebuah riwayat yang benar-benar terjadi di Hadramaut sana. Yang mana di negeri tersebut aparat hukumnya benar-benar adil dalam memberikan perlakuan hukum kepada warganya. Hukum dijunjung tinggi dan dijalankan dengan baik. Aturan yang dibuat benar-benar dilaksanakan baik oleh golongan masyarakat berduit (kaya) maupun masyarakat biasa.

Lantas bagaimana dengan aturan hukum yang berjalan di negara kita? Hukum yang berjalan di negara kita sudah sejak zaman penjajahan Belanda selalu berpihak kepada kaum borjuis, sedangkan kaum proletar khususnya pribumi tidak mendapatkan perlakuan hukum yang adil. Dan ini berjalan hingga sekarang. Reformasi ternyata tak membawa dampak perubahan yang besar terhadap negeri ini. Reformasi hanya sekedar merubah kelompok rezim orde baru saja, namun sistem di dalamnya belum sepenuhnya direformasi. Dan sistem tersebut sampai saat ini masih saja diwarisi oleh kalangan para pejabat di negeri ini. Khususnya masalah hukum yang sangat riskan yang sejak dari dulu sampai sekarang orang belum menemukan yang namanya keadilan. Keadilan yang terjadi di negara kita berpihak kepada segenap kelompok tertentu saja.

Keadilan di negeri ini masih belum sepenuhnya diperoleh oleh masyarakat. Kita belum sepenuhnya menjadi warga yang taat terhadap hukum dan memperoleh perlindungan hukum dengan baik. Hal ini ditandai oleh aparatur hukum banyak yang melanggar hukum. Segala aturan yang dibuat dijadikan alat untuk mencapai tujuan oleh sekelompok orang yang memanfaatkan aturan hukum dalam meraih sesuatu. Sementara, jika masyarakat kecil yang melanggarnya, maka akan dikenakan sanksi hukum yang tidak sesuai dengan tingkat kesalahannya.

Kita dapat melihat secara langsung fenomena umum yang terjadi di masyarakat kita. Ketidakseimbangan dan perbedaan dalam mendapatkan perlakuan hukum membuat masyarakat menjadi gerah dengan aturan hukum yang berlaku di negara ini. Mengapa demikian? Selama ini masyarakat kecil sering diintimidasi oleh aturan hukum yang dibuat aparat hukum itu sendiri. Sementara mereka yang membuat aturan malah seenaknya saja melanggar tanpa dikenakan sanksi.

Sebagai contoh kecil adalah tentang pembalakan liar. Masyarakat dilarang keras bahkan dipidanakan jika melakukan pembalakan liar. Namun, sebaliknya banyak aparat kepolisian atau TNI yang menjadi beking para pembalak liar atau mereka sendiri sebagai aktor pembalaknya, maka aparatur hukum di negara ini tutup mata saja melihat kejadian itu. Inilah yang membuat ketidakadilan dalam perlakuan hukum di negeri ini.

Masalah hukum di negara ini pelik sekali. Keadilan yang dirasakan oleh masyarakat kecil masih belum mencapai sasarannya. Lihat kasus nenek yang dituntut tiga bulan hukuman karena dituduh mencuri tiga biji buah cokelat. Padahal si nenek bukan bermaksud mencuri. Melihat kasus ini bagaimana bisa jaksa menuntut hukuman pada nenek ini selama tiga bulan. Padahal yang dicurinya hanyalah tiga biji buah cokelat kalau dilkalkulasikan hanya bernilai Rp.500,- perbiji.

Melihat kasus lain yang sangat jauh berbeda adalah kasus Bank Century. KAsus ini digawangi oleh Anggodo dan Anggoro yang merupakan aktor utama dan melibatkan banyak pihak di dalamnya hanya bebas melenggang kangkung tanpa tersentuh hukum sedikit pun. Aparat hukum sudah jelas melihat bukti dan fakta yang memberikan kesaksian bahwa mereka berdua adalah aktor utama kasus Bank Century namun belum berani menangkapnya. Ada apa ini? Kasus ini seoalah-olah menjadi bola yang di tendang ke sana kemari dan semua aparat hukum yang terlibat ingin mencuci tangan.

Hukum di negara ini sudah sejak dari dulu dikendalikan oleh golongan orang yang berduit. Dengan uang hukum dapat dibeli. Jaksa, hakim, polisi semuanya dapat dibeli dengan uang. Kita bisa saja melanggar hukum dan tak akan terjerat masalah hukum jika sanggup memberikan bayaran yang besar kepada para aparat hukum. Inilah para mafia peradilan yang selama ini terus bercokol di negeri ini.

Mental aparat hukum negara kita banyak yang lemah imannya. Ini adalah warisan dari zaman dulu yang belum bisa direformasi sampai saat ini. Coba kita lihat fenomena yang terjadi di masyarakat setiap tahunnya. Seorang yang ingin menjadi polisi harus menyediakan uang puluhan juta rupiah agar dapat lolos seleksi penerimaan alon anggota polisi. Dan ketika mereka lulus dari pendidikan kepolisian yang ada dipikiran mereka bagaimana mengembalikan modal awal yang mereka keluarkan walau dengan jalan harus melanggar aturan hukum yang berlaku. Tidak mengeherankan kalau banyak polisi yang mau disuap agar meloloskan kasus kriminal, atau polisi ikut dalam kegiatan pembalakan liar dan ilegal logging, dan banyak juga polisi yang menjadi beking bandar narkoba bahkan menjadi pelaku penjual narkoba di masyarakat. Dan banyak kejahatan lainnya yang masih ditutupi dengan tameng hukum di Indonesia,

Inilah potret keadilan di negara kita. Mampukah negara kita menerapkan aturan hukum seperti di negeri Hadramaut yang masyarakatnya sangat menjunjung tinggi hukum dan menjalankan hukum dengan sebaik-baiknya. Dan mampukah pemerintah memberikan keadilan terhadap masyarakat kecil serta memberantas para mafia peradilan? Mudah-mudahan semua itu suatu saat dapat terwujud.


Faisal Anwar: Tanah Bumbu 1 januari 2010

Baca selengkapnya......

Program Pascasarjana Cepat Saji

Memperoleh gelar Magister adalah suatu kebanggaan. Siapa sih yang tidak bangga jika memiliki titel atau gelar tersebut. Perlu perjuangan yang sangat besar dalam memperoleh gelar itu. Tidak hanya otak yang terkuras, tetapi juga biaya besar juga pasti menghadang.
Banyaknya program magister yang ditawarkan oleh Perguruan Tinggi saat ini bak jamur tumbuh di musim hujan. Tidak hanya PTN saja yang menawarkan, tetapi di PTS pun banyak yang membuka untuk program magister. Tak tanggung-tanggung ada juga PTS yang menyediakan program magister yang cepat saji. Bagaimana caranya? ya tentu saja dengan membayar, maka gelar magister pun dalam sekian bulan akan dimiliki oleh mahasiswanya.

Ini sekedar hasil observasi yang saya tuangkan ke dalam tulisan ini mengenai fenomena yang terjadi di tempat kerja saya. Beberapa guru ikut program magister yang dibuka oleh salah satu yayasan swasta di Tanah Bumbu. ternyata mahasiswanya banyak kalangan guru SMA dan pegawai dinas pendidikan di sini. Dan total biaya yang harus dikeluarkan sebesar 13 Juta rupiah sampai tamat.

Lucunya, perkuliahan ini jadwal masuknya hanya sebulan tiga kali tatap muka. Ya boleh dibilang tiga hari dalam satu bulan. Itupun kalau dosennya masuk. Kata teman saya, kuliahnya enak lho. Cuma beli modul dan dosennya juga cuma tiga hari selama sebulan masuk kuliah. Dan katanya lagi, hanya dalam kurun waktu 10 bulan gelar magister akan didapatkan.

Wow... ternyata mudah sekali ya. Lantas bagaimana kualitasnya? saya tanyakan demikian. "Ah.., yang penting kan gelarnya" kata teman saya demikian. Waduh kalau begini kejadiannya bagaiman dengan kalitas pendidikan di Tanah Bumbu, sementara kebanyakan gurunya mencari gelar magister melalui program magister cepat saji. Dan yang mengherankan, mahasiswa yang ikut dalam program itu adalah guru-guru yang lulus sertifikasi. Bagaimana ini wahai TIM Penilai Sertifikasi?

Ini adalah sebenarnya lagu klasik yang tak pernah ada ujung penyelesaiannya. Bagaimana menurut Anda, jika seorang pendidik yang meraih gelar S2 nya melalui program cepat saji ini? Anak lulusan SMA pun bisa mendapatkan gelar S2 ini hanya mengeluarkan uang 13 juta, kemudian 10 bulan kemudian dapat deh gelar Magister. Hebat sekali praktik pembodohan masyarakat di tempat kita ini.

Saya sangat prihatin terhadap kawan-kawan atau para dosen yang mengambil gelar magisternya dengan bersusah payah. Bukan main, demi gelar mereka harus terpisah jauh dengan keluarga dan meninggalkan pekerjaan untuk menuntut ilmu dengan baik dan benar. Yang mana tujuan mereka adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini.

Lantas bagaimana dengan yang ikut program cepat saji? Wallahualam mereka mau mencerdaskan kehidupan bangsa. Saya yakin, mereka hanya mengejar materi dan mementingkan gelar saja. Atau juga takut tidak lulus kalau mengikuti program reguler.

Kira-kira bagaimana menurt Anda?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 28 Desember 2009

Baca selengkapnya......

Kontroversi Ucapan Selamat Natal

Kemarin pada tanggal 25 Desember merupakan hari besar bagi kaum Kristiani. Banyak yang mengucapkan "Selamat Natal" pada hari itu. Dan di FB juga banyak yang ngucapin. Ya.. ngucapain selamat kepada sesama yang beragama, atau yang mengucapkan beda agama. Ya sah-sah saja.

Tapi yang menjadi perdebatan kemaren adalah ucapan selamat natal datang dari Pak Ersis. Ucapan Beliau kalau tidak salah demikian "Selamat Natal bagi para fesbukiah yang merayakannya." Terus setelah itu banyak yang mengomtari tulisan tersebut. Ada yang bilang macam-macam deh. Dari yang baik, sampai yang tidak baik. Ada yang mengatakan "Haram mengucapkan selamat natal", dan ada juga yang mengatakan (terus nempel dalam ingatan saya) "Wah Ewa nggak tahu halal atau haram yang penting jadi duit." Woii jangan berkata demikian kawan. Itu sama saja namanya memvonis. Kalau sudah memvonis seperti itu, sejauh mana kita sudah berbuat baik di hadapan Tuhan?
Coba kita berpikir, apakah salah kalau pak Ersis berbuat baik untuk orang lain walau hanya melalui tulisan atau ucapan? Kalau kita memvonis bahwa Pak Ersis mengucapin itu hanya untuk cari duit, wah kita salah besar, Bung.

Kalau memang ngucapin selamat natal itu salah, ya kita seharusnya duduk sama-sama, kita selesaikan sama-sama mencari mana yang paling benar. Janganlah kita memvonis orang demikian. Bagi saya yang mau ngucapin selamat natal monggo, yang nggak mau ya nggak apa-apa. Yang terpenting itu tali silaturrahmi tetap terjaga. Kita dalam mempererat tali silaturrahmi tidak hanya dengan yang seagama dengan kita, tetapi dengan orang yang beda agama pun juga harus demikian. Jangan menganggap diri kita paling suci dan paling bersih deh.

Ingat di dalam hadist Bukhari mengatakan bahwasanya ketika para sahabat sedang bersama Rasulullah duduk di depan rumah, dan pada saat itu ada rombongan pembawa jenazah kaum nasrani lewat di depan Beliau dan Beliau langsung berdiri menghormati. Saat itu para sahabat bertanya "Mengapa Engkau berdiri Yaa Rasulullah, padahal itu adalah jenazah kaum nasrani?" Lalu dijawab oleh Rasulullah "Sesungguhnya dia (yang meninggal) dengan kalian tidak ada beda." Nah, dari sini kita dapat simpulkan bahwasanya Rasulullah sangat menghormati orang yang berbeda agama. Beliau ketika melihat rombongan pembawa jenazah kaum nasrani langsung berdiri dan memberi hormat kepada yang meninggal. Lantas bagaimana dengan kita?

Pernahkah mendengar sebuah riwayat yang mana ada seorang pelacur yang masuk surga gara-gara berbuat baik terhadap seekor anjing? Atau riwayat seorang pembunuh yang sudah membunuh empat puluh orang masuk surga? Atau pernahkan Anda membaca cerpen yang judulnya "Robohnya Surau Kami" karangan A.A. Navis, yang isinya menceritakan bahwa tokoh yang bernama Haji Saleh yang selalu taat beribadah, hafal Al-Qur'an, selalu berpuasa, kok bisa masuk neraka?

Jadi, pada prinsipnya sejauh mana kita sudah berbuat baik untuk orang lain. Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang selalu berbuat baik bagi orang banyak. Sudahkah kita demikian?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 26 Desember 2009

Baca selengkapnya......

Perampok Intelektual

Tentu kita tahu apa itu perampok, bukan? yang namanya perampok tentu beda dengan maling kampungan. Kalau maling kampungan, dia hanya mengambil milik orang lain dalam skala kecil. Contoh maling ayam, maling jemuran, maling sepedea, kompor, dan lain-lain. Jadi yang barang yang diambilnya hanya satu jenis saja. Cara pengambilannya pun dengan diam-diam.

Beda jauh dengan yang namanya perampok. Tipe yang seperti ini biasanya menggasak barang apa saja yang dilihatnya. Dan barang yang diambilnya tentu saja berskala besar. Biasanya dia juga tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk menghabisi korbannya apabila terancam. Tidak tanggung-tanggung dia menyerang korbannya secara terbuka. Beda jauh dengan yang namanya maling.

Lantas bagaimana dengan yang namanya perampok intelektual? Ini yang sebenarnya terjadi dan sudah menjadi lagu klasik di tempat kerja saya. Ironisnya, pelaku ini tidak ada penangan dari kepala sekolah selaku pimpinan di tempat kami.

Di tempat kami, ada seorang guru yang setiap kali ulangan dan remedial yang menjadikan moment tersebut sebagai ajang panen duit. Mengapa? Karena siswa setiap kali ulangan dan remedial harus membayar dengan jumlah uang yang dia tetapkan. Padahal sekolah kami sekolah negeri. Sekolah favorit dan berstandar internasional (kata kepala sekolah sih). Namun, ya tadi.... siswa dijadikan korban untuk meraup keuntungan melalui kegiatan itu. Yang lucunya lagi, setiap kali ulangan hasilnya tidak pernah diberikan kepada siswa. Mereka diberi tahu oleh guru tersebut bahwa banyak yang remedial.

Wow... coba Anda pikir, seandainya dalam satu kelas itu yang tidak remedial cuma satu atau dua orang, bahkan semua remedial, yang bodoh itu gurunya atau siswanya? Ini yang aneh sekali terjadi di sekolah kami. Tapi, jika seandainya ada siswa yang ikut les dengan dia, maka soal ulangan akan diberikan secara langsung pada saat les. Dan bagi yang tidak les, sampai kiamat juga tidak bakalan tuntas. Bahkan banyak siswa saya yang pintar tidak pernah tuntas, hasil ulangan tidak diterima, jawaban yang benar juga tidak pernah diberitahukan. Ini sudah jelas kriminalisasi di dalam dunia pendidikan.

Yang lebih negrinya lagi, beberapa tahun yang lalu banyak siswa yang tidak tuntas karena tidak ikut les dengan dia. Akhirnya supaya tuntas, siswa harus membelikan kipas angin, lampu, makanan, khong guan satu kaleng per orang atau indomie satu dus per orang. Lucu sekali, padahal guru tersebut sudah PNS, gajih tentu saja di atas dua juta rupiah perbulan.

Ini realita sebenarnya yang sering saya bicarakan kepada teman-teman dan kepala sekolah. Namun, yang saya heran kok tidak ada tindakan. Malahan kepala sekolah bilang kepada saya tidak ada bukti atau laporan dari orang tua siswa. How...laporan apa lagi yang dia mau? Sudah jelas-jelas, anak sendiri ketika remedial disuruh membeli kotak P3K kemudian disuruh menyerahkan ke rumah gurunya dan sampai saat ini kotak P3K tersebut sudah menjadi milik pribadi.

Saya juga timbul pertanyaan di dalam hati dan pikiran saya. Ada apa kiranya antara guru tersebut dengan kepala sekolah? Wallahualam....Hanya Allah yang tahu semuanya.

Bagaimana kira-kira menurut Sampeyan? Tolong dibantu ya?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 25 Desember 2009

Baca selengkapnya......