Selasa, 19 Januari 2010

Menulis: Karena Ingin Menulis

Sekian waktu sudah mendapat gembelangan dari Pak Ersis mengenai menulis. Alhamdulillah setiap hari membikin tulisan. Ya minimal satu tulisan lah. Ini sebagi pembuktian bahwa saya serius dalam mengkuti setiap ajaran menulis yang diberikan Pak Ersis melalui FB.

Kesibukan mengajar, kesibukan di luar, kesibukan di FB dan kesibukan melakukan tetek bengek yang lainnya ternyata tidak mempengaruhi yang namanya menulis. Apa sih yang susahnya menulis. Ternyata menulis memang benar-benar mudah. Jauh lebih mudah dibandingkan makan daging itik. Kalau makn daging itik kadang-kadang memakannya bercampur emosi, mulai dari dagingnya yang (istilah Banjarnya) "layat diigut". Beda dengan menulis. Menulis kalau kita menyukainya dan menjadikan menulis sebagai nkebutuhan hidup, duh enak pisan euy.... Lancar rasanya menuangkan pikiran pada tulisan.

Lantas, apa hubungannya dengan "Menulis:Karena Ingin Menulis." Ya saya menulis bukan karena paksaan, bukan karena tuntutan, bukan karena ingin ini, itu, begini, begitu dan sejuta alasan yang menunggu. Saya melakukan kegiatan menulis, ya karena ingin menulis. Apakah salah jika seseorang melakukan menulis karena ingin menulis? Apakah ada Allah melarang di dalam Al-Qur'an bahwasanya yang menulis mendapat dosa? Jawabannya tentu tidak dong.

Lantas bagaimana dengan hadiah buku yang diberikan oleh Pak Ersis kepada saya? Apakah menulis karena untuk mendapatkan buku? Oh tentu tidak, kawan. Saya melakukan menulis, ya karena saya ingin belajar menulis. Saya belajar dengan guru yang bisa menulis. Saya belajar menulis karena ingin bisa menulis. Dan tentu saja menulis karena ingin menulis. Bukan keran ingin dapat buku, atau ingin dapat duti, atau juga ingin jadi pemenang lomba menulis. Mengenai kenapa Pak Ersis memberikan buku kepada saya, silahkan Anda tanyakan langsung pada Beliau? Karena Beliau lah yang berkompeten menjawab pertanyaan itu.

Kampanye menulis yang dipimpin oleh Pak Ersis banyak membuahkan hasil bagi diri saya sendiri, dan mudah-mudahan bagi kawan-kawan juga demikian. Saya yang asalnya patah semangat dalam menulis karena ketakutan yang mendalam akibat membaca berbagai macam buku teori menulis yang harus ini, itu, begini, begitu, yang akhirnya menyulitkan menulis. Setelah banyak diberi arahan, walau hanya melalui FB, semangat menulis kembali lagi. Dan mau belajar dari awal lagi.

Kenangan masa SD juga kembali lagi sewaktu membaca buku "Menulis Sangat Indah" yang tentu saja ditulis oleh Pak Ersis sendiri. Kenangan itu adalah kenangan yang buruk sekaligus lucu juga setelah merenunginya. Begini ceritanya.... eng...ing..eng....:

Ketika masih di SD kalau tidak salah kelas 5, kami disuruh membuat karangan oleh guru kelas. "Anak-anak... hari ini kita belajar mengarang. Karangannya tentang keindahan alam. Pernah melihat pantai?" otomatis semua siswa pada ribut menjawab "Pernah...!!" dengan semangat sekali jawaban itu.
"Siapa saja yang pernah ke pantai" tanya guru kepada siswanya.
"Saya, Bu....saya, Bu...." suasana kelas ribut akibat teriakan histeris anak SD seperti halnya kaula muda yang melihat artis pujannya seraya mengacungkan telunjuk.
"Baiklah, anak-anak... di pantai ada apa saja" tanya guru sekali lagi. Dan suara pun bergemuruh layaknya pasar ikan. Ada yang jawab laut, perahu, pasir, orang-orang, dan sebaginya. Bahkan ada yang berkelahi gara-gara memperebutkan jawaban. "Itu tadi aku yang jawab!"kata salah satu siswa. "Kada, itu aku yang jawab duluan. Ikam cari jawaban sorang." Dan gara-gara rebutan jawaban, adu jotos pun terjadi. Akhirnya pelajaran mengarang dihibur dengan adu jotos dua orang yang memperebutkan jawaban. Keadaan pun reda setelah dilerai oleh guru. Kemudian mereka bersalaman. Sama persis seperti yang dilakukan oleh Ruhut dengan Gayus, tetapi mereka cuma adu mulut saja.

"Mari anak-anak, ini kertas folio. Kalian mengarang di kertas ini, dan jangan ribut. " akhirnya kami semua mengarang dengan semangat dan dipenuhi kekhusuan. Wah kalau diingat-ingat, karangan anak SD lebih bagus ketimbang anak SMA. Anak SD dalam mendeskripsikan apa yang pernah dilihatnya sangat detail menjabarkannya. Bahkan, nama hewan yang kecil di pantai, seperti (kata orang Tanah Bumbu) Pumpum, bulu babi, kepiting batu, dan lain-lain. Ada yang lucu lagi, buah yang bentuknya bulat seperti apel, salah satu family Mangrove diberi nama Buah Khuldi. Saking bingungnya memberi nama lo. Maklum tidak tahu.
Alhamdulillah saya duluan selesai. Dua lembar folio bergaris habis oleh karangan saya. Sementara kawan-kawan satu lembar saja sulit sekali. Bahkan banyak yang belum selesai. Pujian pun mengalir dari mulut kawan-kawan yang membaca punya saya. Bahkan ada yang menyontek sebagian isi karangan itu untuk menyelesaikan punya dia.

Akhirnya waktu yang ditunggu pun tiba. Hasil karangan dikumpulkan. Perasaan sangat yakin, pasti dapat nilai paling rendah 9. Dan guru pun langsung membaca hasil karangan kami. Pas giliran karangan saya. Alhamdulillah, belum dibaca guru sudah dicaci maki. Entah ada apa, saya pun tak tahu. "Faisal.... dasar tulisan cakar ayam.... tulisan apa ini!" dan sejuta kata makian diberikan. Langsung diberi nilai 6. Ohh... hancur hati ini rasanya. Perjuanganku.... oh.. sia-sia... Kacian deh gue. Sudah diomeli, dicaci maki, dan karangan belum dibaca sudah diberi nilai 6.

Yang namanya siswa SD takut sekali dengan gurunya. Ya, pasrahlah... apa boleh buat, dunia sudah bulat. Karangan, dapat nilai 6. Padahal kawan-kawan yakin sekali kalau nilai yang saya dapatkan pasti 9. Ya namanya anak SD, laki-laki, wajarlah anak segitu tulisan masih cakar ayam. Ini bisanya cuma marah-mara saja tuh guru, baca karangannya nggak. Ribet dah urusannya kalau begini.

Sejak saat itulah saya sangat membenci yang namanya mengarang. Kalau ada pelajaran mengarang, ah... takutnya bukan main. Ketakutan dicaci, dimaki, dihina seperti itulah yang membuat patah sayap.

Sejak merenungi kembali kejadian sewaktu SD itu, saya bisa berpendapat, bahwa guru SD disuruh mengarang bersama siswanya pasti hasilnya lebih hebat siswanya. Ya jelas, soalnya ketika siswanya disuruh mengarang, gurunya meninggalkan kelas, atau mungkin melamunkan sang pacar karena sudah lama membujang, atau juga memang tak bisa mengarang jadi hasil karangan siswa tidak dibaca. Apalagi jaman sekarang, siswa disuruh mengarang guru SMS an sambil berayuan. Jelas itu. Ini fakta yang terjadi di tempat saya, khususnya di Kecamatan Simpang Empat. Mudah-mudahan di tempat Sampeyan, tidak seperti ini.

Inilah problema yang terjadi di sekolah-sekolah. Benar apa yang dikatakan oleh Pak Ersis, banyak guru, dari yang titelnya diploma, sarjana, magister, masih belum bisa menulis. Benar lho. Ini fakta. Saya saja merasa malu setalah membaca buku yang diberikan Pak Ersis. "Hari gini, guru nggak bisa nulis." Wah ini cambuk terbaik bagi saya. Oleh karena itu, saya ingin belajar menulis dan menulis. Menulis, ya karena ingin menulis.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Faisal; Tanah Bumbu, 20 Januari 2010

Baca selengkapnya......

Menulis: Menuai Berkah

Rasanya saya baru satu bulan mengikuti kegiatan menulis yang dikampanyekan oleh Pak Ersis. Ternyata, dengan waktu yang sesingkat itu telah memberikan reward yang paling indah kepada saya. Buku. Ya buku. Buku merupakan barang yang paling berharga bagi saya. Apalagi yang buku yang diberikan oleh Pak Ersis jumlahnya banyak sekali. Dan isinya tulisannya tentu sja memberikan motivasi kepada kita semua agar selalu menulis dan menulis.
Saya bingung dan bercampur haru serta gembira ketika menerima hadiah ini. Saya sempat berpikir, bagaimana caranya membalas kebaikan Pak Ersis kepada saya. Keikhlasan Pak Ersis dalam membina mahasiswanya ternyata tidak hanya sebatas membina saja. Tapi juga mencurahkan segalanya. Coba Anda piker, apakah ada dosen yang mau memberikan buku kepada mahasiswanya, apalagi sampai mengirimkan ke rumah mahasiswanya? Jarang sekali ada. Walau pun ada satu diantara seratus orang dosen itu pun Wallahualam.

Kebanggan, yang jelas bangga. Bukan main, saya pamerkan buku-buku itu kepada kawan-kawan di tempat kerja saya. “Nih, lihat. Saya diberi banyak buku oleh Pak Ersis. Ini tulisan Beliau semua lho…. Ini ada juga tulisan mahasiswanya yang sekarang telah menjadi penulis. Hebat bukan…?” “Iya Hebat eh….” Ya memang hebat… mengapa tidak. Itu hasil karya koq. Hasil karya yang telah membuka mata kita agar kita mau menulis. Kawan-kawan yang di kantor pada bingung. Mereka bingung apa sih hubungannya antara Pak Ersis dengan Faisal. Pak Ersis kan dosen Sejarah, sedangkan Faisal dulu kuliahnya di PBSID. Lha apa hubungannya? Ya, hubungannya Beliau dosen saya, dahn saya mahasiwa Beliau, titik.

Kawan saya juga yang notabene lulusan dari Sejarah, angkatan atas lagi, pada mengeluh pada saya. Dia bilang “selama aku kuliah di Sejarah kada pernah diberi Pak Ersis buku.” Jangan cemburu lah kawan. Pak Ersis kan bisa menilai sendiri. Mau itu mahasiswanya atau bukan, kalau Beliau sedang mau memberi, ya memberi. Jadi kalau pengen diberi buku juga, ikutan menulis dong. Sembari sambil mempromosikan kegiatan menulis dihadapan kawan-kawan. Tapi, dia ngomongnya lain. “Aku kada bisa menulis, pang. Ngalih banar rasanya.” Ooo….jangan begitu Bos. Jangan patah semangat. Kite-kite (kata orang betawi) ini adalah sarjana, guru, pendidik, maka dari itu harus berani menulis. Wong orang yang gak lulus SD aja berani korupsi. Wong para pejabat di pemerintahan aja berani masuk penjara demi korupsi. Mengapa kita tidak mau menulis? Menulis kan bukan korupsi? Menulis kan tidak masuk penjara? Kalau pengen menulis silahkan baca buku ini, atau lihat di http//webersis.com. (sembari mempromosikan buku-buku tulisan Pak Ersis dan Syamsuwal Qomar kepada kawan-kawan)

Menulis dan menulis. Itulah yang selalu terngiang-ngiang di telingan saya.Seolah-olah Pak Ersis selalu mengatakan itu di dekat saya. Ini lah hikmahnya. Inilah barokahnya menulis. Allah Maha Segalanya.

Ketika membaca buku yang Beliau kirimkan kepada saya, ada rasa penyesalan timbul dalam benak ini. Ada rasa pengutukan terhadap diri, mengapa selama ini aku hanya bisa melahirkan sebuah tulisan saja, yakni skripsi doang. Mengapa aku tak bisa menulis artikel? Padahal aku jurusan Bahasa Indonesia, yang notabene jurusan tersebut berkutat pada dunia tulis menulis. Gobloknya diri ini. Koq bisa-bisanya kemarin berguru menulis sama yang nggak bisa menulis, ya? Hanya memandang title saja, tetapi tidak melihat tulisannya. Ternyata selama ini kudibutakan oleh mata sendiri. Mempelajari teori-teori menulis yang membuat mumet otak sehingga membuat tulisah hasilnya nol. Kadang-kadang satu atau dua paragraf mandek di tengah jalan.

Penyesalan sambil ketawa ketika memikirkan sewaktu masih sekolah sampai kuliah dulu. Koq bisa seperti itu ya? Aneh. Dunia memang aneh. Menyimpan segenap rahasia yang kita takkan bisa mengungkapnya jika tidak berani mengungkapnya sendiri.

Ternyata tidak hanya saya, kawan-kawan saya yang seangkatan bahkan senior saya pada belum bisa juga menulis tuh. Entah mengapa demikian? Padahal IP mereka tak kurang dari 3,5 bahkan lebih di atas itu. IP dipamerkan ke mana-mana, tetapi karya tulisnya, duh…duh…duh…. tidak ada tuh. Bahkan yang membuat saya tertawa adalah ketika ingat kawan saya menulis skripsi sampai harus membayar orang membikinkan karyanya. Ya otomatis ketika ujian, tidak ada satupun pertanyaan dari dosen yang mampu dijawabnya. Koq orang seperti ini bisa diluluskan ujian skripsinya, ya? Bingung juga saya, sampai saat ini.

Menulis, menulis dan menulis. Tannpa menulis tak melahirkan karya tulis. Tanpa menulis kita akan menjadi orang yang kerdil. Orang yang terbelakang.

Jangan hanya bisa berdebat, banyak omong, tetapi tak bisa membuat sebuah tulisan. Kalau melihat tulisan orang langsung sinis. Mengatakan inilah yang kurang, itu lah, ite lah, ita lah… dan segudang saudaranya dibawa-bawa ke dalam sebuah perdebatan. Kenapa didebat? Ditulis lah…. Mana tahu yang benar sama yang salah kalau cuma didebat. Coba hebat mana orang yang mendebat dengan yang menulis? Ya, jelas hebat orang yang menulis lah. Orang yang senang mendebat tulisan orang ya cuma bisa mndebat, hanya membuang liur basi hasil guring melandau. Tapi bagi yang menulis, dia menghasilkan tulisan. Dia menghasilkan karya. Di debat ataupun tidak seorang penulis tak akan peduli. Tulisan telah menjadi tulisan. Di debat atau tidak tetap menjadi sebuah tulisan, dan tak mungkin menjadi liur basi.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 19 Januari 2010

Baca selengkapnya......

Menulis: berbagi Kasih

Alhamdulillah hari ini bisa bertemu dengan yang namanya Senin. Setelah hari Minggu mengalami kelelahan total sehabis mengantarkan keluarga ke Bandara Syamsuddin Noor pada malam minggu pukul 23.15 soalnya mengejar jadwal keberangkatan pada Minggu pagi dan harus pulang lagi pagi pukul 06.00, nyetir sendiri, dan tentu saja sangat-sangat melelahkan dan kantuk pun tak bisa ditahan-tahan lagi. Alhamdulillah ternyata sampai dengan selamat di rumah. Otomatis ketika sampai, langsung tidur dan istirahat total pada hari Minggu.
Ketemu dengan yang namanya Senin pada pagi ini dihadapkan dengan kegiatan upacara bendera pada pukul 07.00 yang merupakan kegiatan wajib di sekolah. Tanpa sempat sarapan pagi, serta tanpa sempat melakukan tetek bengek seperti pagi-pagi biasanya. Perputaran kegiatan seolah-olah tak pernah berhenti dari satu kegiatan ke kegiatan yang lainnya.

Menulis berbagi kasih, itulah judul di atas. Tidak hanya natal atau hari valentine saja yang berbagi kasih. Tapi dengan menulis kita juga dapat berbagi kasih dengan kawan-kawan. Apa yang dilakukan Pak Ersis kepada kita tentu saja wujud pemberian kasih sayang Beliau yang sangat dalam. Mengapa demikian? Pak Ersis tentu saja dalam hal ini mengajak kita berbuat sesuatu yang baik. Wujud kasih sayangnya digambarkan melalui tulisan, yang mana tulisan-tulisan Beliau yang kita baca selalu memberikan kita motivasi untuk melakukan sesuatu, yakni menulis dan menulis.

Tidak hanya sampai di situ, wujud kasih sayang Beliau juga dituangkan dalam bentuk memberikan buku kepada kita yang tujuannya tentu saja kita tetap semangat menulis. Sulit lho mencari orang yang mau memberi buku.

Selama ini mungkin saja kita ditakutkan dengan yang namanya menulis. Dengan alasan yang beragam, dari takut, malu, bahkan sampai yang namanya malas. Alhamdulillah, Pak Ersis dengan kasih sayangnya memberikan jalan terbaik dan solusi yang tepat mengenai permasalahan menulis ini. Dengan kampanye menulis yang dilakukan Pak Ersis membuat kita tergugah untuk melakukan kegiatan menulis ini. Dan hasilnya, tentu saja kawan-kawan di FB dapat melihat sendiri hasil dari kampanye ini. Mudah-mudahan kegiatan ini tak akan pernah berakhir.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 18 Januari 2010

Baca selengkapnya......

Menulis: Mengajak Berbuat Sesuatu

Pagi-pagi di Sabtu ini bangun lebih awal dari biasanya. Padahal tadi malam tidurnya larut melebihi tengah malam. Kesibukan pagi, ya biasa pekerjaan membersihkan halaman rumah sudah menunggu. Belum lagi tetek bengek yang harus diselesaikan.
Setelah kegiatan di rumh sudah dibereskan, menantikan lagi kegiatan yang setiap harinya seputar itu-itu saja. Ya berangkat ngajar pagi-pagi lah, melihat polisi berjaga di pinggir jalan, meihat siswa kebut-kebutan berangkat agar tak dikuni pagar sekolahnya oleh Washar. Bahkan ketika sampai di sekolah yang disaksikan pemandangan lagi, yakni banyaknya siswa yang mendapat giliran kelasnya melakukan senam pagi secara kucing-kucingan dengan guru olahraganya agar tak dihukum karena terlambat.

Ya sudah lah, itu adalah pemandangan yang selalu terlihat setiap harinya. Belum lagi kumpulan beberapa siswa yang harus terlmbat masuk sekolah. mendapat hukuman, ya sudah tentu pasti. Alhamdulillah semua itu dapat dilalui dengan enjoy walau kadaang agak jengkel melihat siswa yang terlambat masuk, padahal saya sudah setengah jam ngajar di dalam. Yang jelas ketika kedatangannya mengganggu konsentrasi siswa yang telah belajar.

Sekian lama sudah promosi kampanye menulis yang dilakukan Pak Ersis dan kawan-kawan di FB akhirnya membuahkan hasil. Alhasil, banyak yang ikut memuat tulisannya di FB. Dan tentu saja ini menjadi sangat mengasyikan. Sharing di antara kawan-kawan pun menjadi ramai. Indah sekali rasanya dapat mengajak berbuat sesuatu. Ya, di sini Pak Ersis mengajak kita berbuat sesuatu, yakni menulis. Menulis ya menulis. Mengapa harus takut? Itu yang selalu diungkapkan oleh Beliau.

Alhamulillah virus menulis juga udaah mulai menular di SMAN 1 Simpang Empat Kab. Tanah Bumbu. Para siswa, khususnya kelas X yang mengikuti mata pelajaran Bahasa Indonesia yang saya asuh sangat antusias dengan kampanye menuis ini. Apalagi mereka sering iri dan sering ingin ikut nimbrung dalam tulisan di FB yang dilakukan oleh Pak Ersis dan kawan-kawan. Dan tentu saja saya tidak melewatkan kesempatan ini. Saya mulai ajak mereka intuk melakukan sesuatu, yakni menulis tentunya. Mudah-mudahan saja mereka memang benar-benar ikhlas dalam mengikuti kegiatan ini. Karena saya umumkan, bahwa kegiatan ini tidak ada sangkut pautnya dengan nilai. Saya berbuat seperti ini, agar siswa nantinya tidak mengharapkan pamrih dalam menulis. Yang terpenting adalah mereka mampu melahirkan tulisan.

Tadi malam juga ada juga kawan saya yang nyeletuk. Katanya demikian, "Uma ae... handak banar ulun kawa menulis kaya bubuhan Pian." Melihat antusias kawan seperti ini saya sangat senang. Dan langsung disupport saja. "Ya tuis saja, jangan takut dicerca dan dicemooh, orang yang senang mencerca tulisan orang lain belum tentu bisa menulis" kata saya demikian. "Kalau mau tahu rahasianya silahkan klik di http//webersis.com" sambil promosikan web nya Pak Ersis.

Ya, akhirnya alhamdulillah kawan saya itu menulis. Dia menulskan satu puisi yang indah berjudul "Cemburu". Allhamdulillah, akhirnya dengan menulis kita dapat mengajak melakukan sesuatu, yakni mengajak menulis dan menulis.

Bagaimana menurut Sampeyan


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 16 Januari 2010

Baca selengkapnya......

Menulis Gotong Royong

Setelah sekian lama mengikuti kulian Online "Menulis" di FB yang dipimpin oleh Pak Ersis Warmansyah Abbas, ketertarikan menulis makin menjadi-jadi. Kalau sehari saja tidak menulis satu tulisan rasa ada beban berat dalam pikiran ini. Serasa berbuat dosa. Alhaamdulillah apa yang diberkan oleh Pak Ersis selama ini membuat diri ini semakin mencintai yang namanya menulis.

Menulis dan menulis. Ituah yang selalu dikomandokan oleh Pak Ersis. Benar apa yang dikatakan oeh Beliau bahwa kita jangan malu atau takut dicerca untuk menghasilkan suatu karya, orang yang senang mencerca belum tentu bisa menghasilkan sebuah tulisan. Dan itu memang benar adanya. Banyak orang yang mempunyai gelar dari sarjana sampai profesor, doktor, belum bisa yang namanya menulis. menapa demikian? Mungkin saja mereka malas, atau penuh dengan kesibukan, atau juga memang benar tidaak bisa membuat tulisan. Wallahualam.

Program menulis yang selalu dikampanyekan oleh Pak Ersis tidak hanya melalui FB atau bangku sekolah saja, namun program yang dikampanyekan oleh Beliau juga merebak masuk ke dalam lingkungan sekolah, khususnya di SMAN 1 Simpang Empat Kab. Tanah Bumbu. Alhamdulillah, saya selaku guru di sekolah tersebut dapat menyampaikan program menulis tahun 2010 kepada siswa di sini. Banyak siswa yang tertarik untuk menulis, karena saya selalu memperkenalkan tips-tips menulis dan tulisan Pak Ersis kepada siswa. Hasilnya, mudah-mudahan siswa di sini memang benar-benar serius dalam mengikuti kegitan yang nantinya akan mulai berjaan Insya Allah hari Selasa ini.

Ketertarikan siswa ini dipicu oleh kegiatan menulis yang dilakukan Pak Ersis dan kawan-kawan yang selalu membagi-bagikan tulisan kepada kawan-kawn di FB. Siswa yang melihat kegiatan ini tentu saja sering bertanya pada saya. Dan mereka sangat ingin sekali membuat tulisan agar bisa dipublikasikan di FB. Alhmdulillah semenjak ikut program yang dikampanyekan oleh Pak Ersis ternyata mampu menularkan virusnya kepada siswa SMAN 1 Simpang Empat.

Menghasilkan tulisan adalah sebuah kebanggaan yang luar biasa. Inilah yang diinginkan para siswa di sini. Mungkin banyak ide di dalam pikiran mereka, namun kesulitan menuangkan ke dalam sebuah tuisan. hal ini dikarenaan mungkin karena susahnya menyusun kosakata, merasa takut menulis karena berpikiran tulisannya akan dicerca, dan juga tidak ada guru yang memperhatikan ide dan gagasan mereka. Ini adalah merupakan tantangan. Tolong doa dari Pak Ersis dan Kawan-kawan sekalian, mudah-mudahan hambatan ini dapat dilalui dan siswa benar-benar bisa menulis dan menulis.

Bagaimana menurut Sampeyan?

Baca selengkapnya......

Senin, 18 Januari 2010

Menulis: Jumat Menulis

Hari Jumat adalah hari yang sakral bagi umat muslim. Yang mana keiatan kerohanian banyak dilakukan mulai dari malam Jumat sampai pada hari Jumatnya. Kita sering melihat dan mungkin juga sering melakukan kegiatan membaca amalan-amalan, atau melakukan berbagai macam shalat sunnat serta membaca Al-Qur'an pada malam Jumat. Tentu saja tujuannya adalah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, sehingga malam itu menjadi malam yang begitu sakral. Kalau melihat di kampung-kampung yang jauh dari perkotaan, suasana malam Jumat memang benar-benar suasananya terlihat sakral. Yang terdengar adalah lantunan orang membaca dzikir di surau atu di masjid, kemudian membaca surah yaasin dan membaca amalan lainnya. Jarang sekali terlihat orang melakukan kegiatan yang berbau keduniawian.

Malam Jumat juga kadang-kadang dinggap sebagai malam yang angker. Mengapa? Mungkin sudah dari nenek moyang kita mitos tersebut diturunkan kepada anak cucu agar tidak keluyuran ke luar rumah dengan tujuan kita semua melakukan suatu kegiatan yang bermanfaat bagi diri kita. MItos tersebut tentu saja saat ini masih saja berkembang di dalam masyarakat kita. Mungkin saja mitos tersebut sudah dikultuskan oleh nenek moyang dan harus dipegang erat oleh anak cucunya.

Ketika pagi Jumat, di instansi pemerintah kegiatan bekerja seperti hari-hari lainnya berbeda jauh dengan hari Jumat. Ini mungkin dikarenakan waktu yang sempit karena harus dihadapkan dengan shalat Jumat. Tentu saja Shlat Jumat merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat Islam. Oleh karena itu, supaya tidak bertabrakan dengan pelaksanaan shalat Jumat, pemerintah mengganti kegiatan bekerja dengan berolahraga bersama dan melakukan kegiatan Jumat bersih bersama.

Tidak hanya di lingkungan pemerintahan, tetapi di lingkungan pondok pesantren juga demikian. Jumat begitu sakral bagi mereka. Oleh karena itu, santri-santri yang menempuh pendidikan di pondok pesantren diliburkan pada hari Jumat. Sebagai ganti kegiatan sekolah, mereka biasanya banyak yang melakukan kegiatan keagamaan sambil menunggu datangnya shalat Jumat.

Pada minggu yang telah lewat ada ajakan dari sahabat kita yang bernama Fatimah Adam, mengajak kita untuk melakukan kegiatan menulis bersama pad hari Jumat. Ini merupakan gagasan yang bagus untuk kita kerjakan. Biasanya di harai Jumat di instansi pemerintahan melakukan olah raga bersama dan melakukan Jumat bersih bersama. Dan untuk kita, bagaimana kalau melakukan menulis bersama setiap hari Jumat. Mudah-mudaan kawan-kawan menyetujuinya.

Alangkah indanya jika kita bisa meakukan sesuatu yang teerbaik di hari Jumat ini. Melakukan menulis bersama di hari Jumat dan menjadikannya sebagai program wajib bagi kita selaku jamaah fesbukiyah yang mendukung dan melakukan kampanye "menulis" pasti akan menimbukan suatu kenikmatan dan kebanggaan tersendiri. Yang pastinya, silaturrahmi kita akan selalu terjalin dengan baik. Semoga saja banyak yang mendukung dan ikut serta menuangkan pikirannnya dalam tulisan di hari yang sakral ini. Amiin.

Bagaimana menurut Sampeyan?


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 15 Januari 2010

Baca selengkapnya......

Jumat, 08 Januari 2010

Koin Peduli Bakrie

"Koin Peduli Bakrie" ya, itulah judul tulisan yang saya ungkapkan hari ini. Tadi pagi ketika saya mengikuti siaran Editorial di Metro TV, ada hal menarik perhatian saya terhadap diskusi pada acara tersebut. Yakni masalah pajak. Pada acara tersebut diungkap bagaimana perilaku orang kaya dalam membayar pajak di negara kita ini. Dan tentu saja pembicaraan tersebut sangatlah menarik, apalagi yang menjadi sorotan adalah Bakrie yang merupakan salah seorang pengusaha terkenal dan ternama di Indonesia.
Membayar pajak adalah kewajiban setiap warga negara. Negara akan maju dan kaya jika rakyatnya membayar pajak dengan baik. Yang namanya wajib tentu harus, tidak ada pengecualian. Dari masyarakat bawah hingga masyarakat kelas atas tentu saja wajib membayar pajak menurut aturan yang berlaku dan ini harus benar-benar dijalankan.

Pernahkah kita membayangkan bagaimana jika ada orang kaya raya yang selama hidupnya tidak membayar pajak, sementara kita selaku orang kelas bawah selalu taat dalam mebayar pajak. Inilah yang menjadi topik yang hangat pada acara Editorial tadi pagi. Permasalahannya adalah Bakrie yang merupakan seorang pejabat, seorang pengusaha, seorang konglomerat yang hidupnya dikelilingi oleh harta yang melimpah ruah, kok sampai saat ini belum bayar pajak. Hutang pajak yang dimiliki oleh Bakrie adalah sebesar 2,5 triliyun rupiah. Itu hanya pajak dari tiga perusahaan yang dia miliki. Belum lagi yang lainnya, kalau dikalkulasikan sebesar 10 triliyun rupiah.

Melihat jumlah uang pajak yang ada pada Bakrie di atas tentu saja menjadi pertanyaan, kok masalah itu tidak diungkap ke publik. Mengapa pemerintah hanya diam saja melihat kondisi tersebut. Sementara kita selaku rakyat kelas bawah yang mempunyai kewajiban dan hak yang sama di dalam negara ini kok selalu dikejar-kejar yang namanya pajak. Sebagai contoh, setiap awal bulan pada saat pengambilan gaji bagi PNS atau pegawai swasta lainnya selalu dipotong pajak 15%. Belum lagi ada mendapat tunjangan atau insentif daerah, potong pajak lagi 15%. Kemudian pajak ini dan itu selalu saja mengejar kita setiap bulannya. Sangat berbeda jauh dengan Bakrie, yang selama ini hidup dengan kemewahan, pendapatan setiap bulan dari perusahaan yang ia kelola, kok tidak dikejar yang namanya pajak. Inilah yang membuat ketidakadilan masih berjalan mulus di negara ini.

Kasus pajak yang dibebani oleh Bakrie ini juga sampai saat ini belum dijungkap, sementara kasus Bank Century yang merugikan negara sebesar 6,5 triliyun rupiah dihebohkan. 6,5 triliyun hebohnya dari Sabang hingga Merauke bahkan menjadi tontonan dunia. Tetapi yang 10 triliyun rupiah mengendap di dalam tanah. Adem ayem saja pemerintah melihat keadaan ini. Mengapa ya?

Kemarin masyarakat Indonesia pada ramai mengumpulkan koin untuk solidaritas terhadap Prita. Nah sekarang apakah kita juga perlu mengumpulkan koin untuk orang kaya yang bernama Bakrie ini untuk membantunya membayar pajak. Karena orang yang tidak dapat membayar pajak itu adalah orang miskin. Mungkin kita sebaiknya mengumpulkan koin yang nilainya Rp.50,- agar meringankan beban Bakrie dalam melunasi hutang pajaknya. Ya mudah-mudahan saja kawan-kawan di indonesia ini dalam waktu cepat mendirikan posko yang bernama "Koin Peduli Bakrie."

Ini adalah salah satu contoh dari para pengusaha yang malas membayar pajak. Kalau dikalkulasikan hutang para pengusaha nakal di Indonesia yang belum membayar pajaknya sekitar 45 triliyun rupiah. Uang yang sangat besar yang selama ini ditutup-tutupi oleh pemerintah. Seandainya saja uang tersebut digunakan untuk dana pendidikan atau membantu masyrakat miskin di Indonesia, sudah pasti tidak ada lagi anak-anak yang putus sekolah dan tidak ada lagi masyarakat yang miskin. Dan senadainya juga uang tersebut digunakan untuk perbaikan listrik di negara kita, otomatis tidak ada lagi yang namanya pemadaman bergilir (mati lampu) di mana-mana.

Bagaiaman menurut Sampeyan?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 5 Januari 2009

Baca selengkapnya......

Potret Hukum dan Mafia Peradilan

Hari pertama memasuki awal tahun ditantang sama Pak Ersis untuk membuat satu tulisan baik artikel maupun sebuah puisi. Ini saya anggap sebagai ujian dari Pak Ersis, sampai sejauh mana keseriusan kita dalam mengikuti kegiatan menulis yang digawangi oleh Beliau. Bagi saya tulisan ini diterima ataupun tidak bukan menjadi masalah. Yang terpenting adalah semangat menulis yang selalu diberikan oleh Pak ersis kepada saya, mudah-mudahan nantinya dapat menjadi penulis yang sebenarnya.
Sebelum saya membicarakan tema tentang "Keadilan di negara kita", ada baiknya saya menceritakan sebuah riwayat. Riwayat ini adalah mengenai sistem hukum yang berjalan di suatu daerah. Ceritanya begini:
Ada sebuah riwayat dari Daerah di Yordania yang bernama Hadramaut. Di sana masyarakatnya benar-benar taat terhadap hukum dan para pejabatnya pun menjalankan hukum dengan sebaik-baiknya. Tidak ada tindak kejahatan yang terjadi di sana. Semua orang berusaha sekuatnya taat terhadap aturan hukum yang berlaku.

Pada suatu waktu ada keributan yang terjadi di sana. Keributan antara dua orang yang dulunya pernah melakukan jual-beli tanah. Anggap saja namanya A dan B. Keluarga si A ini menjual sebidang tanahnya kepada si B. Dan ketika si B mendirikan sebuah bangunan dan membuat sebuah sumur pada tanah yang dibelinya pada si A, dia menemukan peti harta karun. Dia bingung dan memanggil si A karena si B menganggap bahwa harta setersebut adalah milik si A. Namun, si A tidak mau mengakuinya. Dia mengatakan bahwasanya tanah tersebut sudah dijualnya beserta isinya kepada si B. Jadi harta tersebut adalah milik si B. Tetapi si B ini tidak mau menerima harta tersebut. Dia berpendapat bahwa dirinya membeli tanah tersebut hanya di atasnya saja. Isi di dalamnya tidak terdapat dalam perjanjian.

Terjadilah perang mulut antara si A dan B yang sama-sama tidak mau menerima harta tersebut. Dan kejadian itu sampai berlanjut ke persidangan. Tentu saja aparat hukum yang yang menjabat di negeri itu marasa kebingungan. Soalnya selama ini, baru pertama kali ini sebuah permasalahan sampai muncul ke pengadilan. Dan yang membingungkan para pejabat di sana adalah kedua pihak tidak mau mengakui harta yang ditemukan di dalam tanah yang telah terjual oleh A dan dibeli oleh si B.

Karena tak ada jalan keluar, akhirnya hakim bertanya apakah si A dan B mempunyai anak. Ternyata si A mempunyai seorang anak perempuan dan si B mempunyai anak laki-laki. Lalu hakim memutuskan agar mengawinkan anak si A dengan anak si B dengan mas kawinnya adalah harta tersebut. Dan setelah perkawinan itu, harta yang mereka temukan itu diberikan kepada anak yang mereka nikahkan tadi.

Di atas adalah sebuah riwayat yang benar-benar terjadi di Hadramaut sana. Yang mana di negeri tersebut aparat hukumnya benar-benar adil dalam memberikan perlakuan hukum kepada warganya. Hukum dijunjung tinggi dan dijalankan dengan baik. Aturan yang dibuat benar-benar dilaksanakan baik oleh golongan masyarakat berduit (kaya) maupun masyarakat biasa.

Lantas bagaimana dengan aturan hukum yang berjalan di negara kita? Hukum yang berjalan di negara kita sudah sejak zaman penjajahan Belanda selalu berpihak kepada kaum borjuis, sedangkan kaum proletar khususnya pribumi tidak mendapatkan perlakuan hukum yang adil. Dan ini berjalan hingga sekarang. Reformasi ternyata tak membawa dampak perubahan yang besar terhadap negeri ini. Reformasi hanya sekedar merubah kelompok rezim orde baru saja, namun sistem di dalamnya belum sepenuhnya direformasi. Dan sistem tersebut sampai saat ini masih saja diwarisi oleh kalangan para pejabat di negeri ini. Khususnya masalah hukum yang sangat riskan yang sejak dari dulu sampai sekarang orang belum menemukan yang namanya keadilan. Keadilan yang terjadi di negara kita berpihak kepada segenap kelompok tertentu saja.

Keadilan di negeri ini masih belum sepenuhnya diperoleh oleh masyarakat. Kita belum sepenuhnya menjadi warga yang taat terhadap hukum dan memperoleh perlindungan hukum dengan baik. Hal ini ditandai oleh aparatur hukum banyak yang melanggar hukum. Segala aturan yang dibuat dijadikan alat untuk mencapai tujuan oleh sekelompok orang yang memanfaatkan aturan hukum dalam meraih sesuatu. Sementara, jika masyarakat kecil yang melanggarnya, maka akan dikenakan sanksi hukum yang tidak sesuai dengan tingkat kesalahannya.

Kita dapat melihat secara langsung fenomena umum yang terjadi di masyarakat kita. Ketidakseimbangan dan perbedaan dalam mendapatkan perlakuan hukum membuat masyarakat menjadi gerah dengan aturan hukum yang berlaku di negara ini. Mengapa demikian? Selama ini masyarakat kecil sering diintimidasi oleh aturan hukum yang dibuat aparat hukum itu sendiri. Sementara mereka yang membuat aturan malah seenaknya saja melanggar tanpa dikenakan sanksi.

Sebagai contoh kecil adalah tentang pembalakan liar. Masyarakat dilarang keras bahkan dipidanakan jika melakukan pembalakan liar. Namun, sebaliknya banyak aparat kepolisian atau TNI yang menjadi beking para pembalak liar atau mereka sendiri sebagai aktor pembalaknya, maka aparatur hukum di negara ini tutup mata saja melihat kejadian itu. Inilah yang membuat ketidakadilan dalam perlakuan hukum di negeri ini.

Masalah hukum di negara ini pelik sekali. Keadilan yang dirasakan oleh masyarakat kecil masih belum mencapai sasarannya. Lihat kasus nenek yang dituntut tiga bulan hukuman karena dituduh mencuri tiga biji buah cokelat. Padahal si nenek bukan bermaksud mencuri. Melihat kasus ini bagaimana bisa jaksa menuntut hukuman pada nenek ini selama tiga bulan. Padahal yang dicurinya hanyalah tiga biji buah cokelat kalau dilkalkulasikan hanya bernilai Rp.500,- perbiji.

Melihat kasus lain yang sangat jauh berbeda adalah kasus Bank Century. KAsus ini digawangi oleh Anggodo dan Anggoro yang merupakan aktor utama dan melibatkan banyak pihak di dalamnya hanya bebas melenggang kangkung tanpa tersentuh hukum sedikit pun. Aparat hukum sudah jelas melihat bukti dan fakta yang memberikan kesaksian bahwa mereka berdua adalah aktor utama kasus Bank Century namun belum berani menangkapnya. Ada apa ini? Kasus ini seoalah-olah menjadi bola yang di tendang ke sana kemari dan semua aparat hukum yang terlibat ingin mencuci tangan.

Hukum di negara ini sudah sejak dari dulu dikendalikan oleh golongan orang yang berduit. Dengan uang hukum dapat dibeli. Jaksa, hakim, polisi semuanya dapat dibeli dengan uang. Kita bisa saja melanggar hukum dan tak akan terjerat masalah hukum jika sanggup memberikan bayaran yang besar kepada para aparat hukum. Inilah para mafia peradilan yang selama ini terus bercokol di negeri ini.

Mental aparat hukum negara kita banyak yang lemah imannya. Ini adalah warisan dari zaman dulu yang belum bisa direformasi sampai saat ini. Coba kita lihat fenomena yang terjadi di masyarakat setiap tahunnya. Seorang yang ingin menjadi polisi harus menyediakan uang puluhan juta rupiah agar dapat lolos seleksi penerimaan alon anggota polisi. Dan ketika mereka lulus dari pendidikan kepolisian yang ada dipikiran mereka bagaimana mengembalikan modal awal yang mereka keluarkan walau dengan jalan harus melanggar aturan hukum yang berlaku. Tidak mengeherankan kalau banyak polisi yang mau disuap agar meloloskan kasus kriminal, atau polisi ikut dalam kegiatan pembalakan liar dan ilegal logging, dan banyak juga polisi yang menjadi beking bandar narkoba bahkan menjadi pelaku penjual narkoba di masyarakat. Dan banyak kejahatan lainnya yang masih ditutupi dengan tameng hukum di Indonesia,

Inilah potret keadilan di negara kita. Mampukah negara kita menerapkan aturan hukum seperti di negeri Hadramaut yang masyarakatnya sangat menjunjung tinggi hukum dan menjalankan hukum dengan sebaik-baiknya. Dan mampukah pemerintah memberikan keadilan terhadap masyarakat kecil serta memberantas para mafia peradilan? Mudah-mudahan semua itu suatu saat dapat terwujud.


Faisal Anwar: Tanah Bumbu 1 januari 2010

Baca selengkapnya......

Program Pascasarjana Cepat Saji

Memperoleh gelar Magister adalah suatu kebanggaan. Siapa sih yang tidak bangga jika memiliki titel atau gelar tersebut. Perlu perjuangan yang sangat besar dalam memperoleh gelar itu. Tidak hanya otak yang terkuras, tetapi juga biaya besar juga pasti menghadang.
Banyaknya program magister yang ditawarkan oleh Perguruan Tinggi saat ini bak jamur tumbuh di musim hujan. Tidak hanya PTN saja yang menawarkan, tetapi di PTS pun banyak yang membuka untuk program magister. Tak tanggung-tanggung ada juga PTS yang menyediakan program magister yang cepat saji. Bagaimana caranya? ya tentu saja dengan membayar, maka gelar magister pun dalam sekian bulan akan dimiliki oleh mahasiswanya.

Ini sekedar hasil observasi yang saya tuangkan ke dalam tulisan ini mengenai fenomena yang terjadi di tempat kerja saya. Beberapa guru ikut program magister yang dibuka oleh salah satu yayasan swasta di Tanah Bumbu. ternyata mahasiswanya banyak kalangan guru SMA dan pegawai dinas pendidikan di sini. Dan total biaya yang harus dikeluarkan sebesar 13 Juta rupiah sampai tamat.

Lucunya, perkuliahan ini jadwal masuknya hanya sebulan tiga kali tatap muka. Ya boleh dibilang tiga hari dalam satu bulan. Itupun kalau dosennya masuk. Kata teman saya, kuliahnya enak lho. Cuma beli modul dan dosennya juga cuma tiga hari selama sebulan masuk kuliah. Dan katanya lagi, hanya dalam kurun waktu 10 bulan gelar magister akan didapatkan.

Wow... ternyata mudah sekali ya. Lantas bagaimana kualitasnya? saya tanyakan demikian. "Ah.., yang penting kan gelarnya" kata teman saya demikian. Waduh kalau begini kejadiannya bagaiman dengan kalitas pendidikan di Tanah Bumbu, sementara kebanyakan gurunya mencari gelar magister melalui program magister cepat saji. Dan yang mengherankan, mahasiswa yang ikut dalam program itu adalah guru-guru yang lulus sertifikasi. Bagaimana ini wahai TIM Penilai Sertifikasi?

Ini adalah sebenarnya lagu klasik yang tak pernah ada ujung penyelesaiannya. Bagaimana menurut Anda, jika seorang pendidik yang meraih gelar S2 nya melalui program cepat saji ini? Anak lulusan SMA pun bisa mendapatkan gelar S2 ini hanya mengeluarkan uang 13 juta, kemudian 10 bulan kemudian dapat deh gelar Magister. Hebat sekali praktik pembodohan masyarakat di tempat kita ini.

Saya sangat prihatin terhadap kawan-kawan atau para dosen yang mengambil gelar magisternya dengan bersusah payah. Bukan main, demi gelar mereka harus terpisah jauh dengan keluarga dan meninggalkan pekerjaan untuk menuntut ilmu dengan baik dan benar. Yang mana tujuan mereka adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini.

Lantas bagaimana dengan yang ikut program cepat saji? Wallahualam mereka mau mencerdaskan kehidupan bangsa. Saya yakin, mereka hanya mengejar materi dan mementingkan gelar saja. Atau juga takut tidak lulus kalau mengikuti program reguler.

Kira-kira bagaimana menurt Anda?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 28 Desember 2009

Baca selengkapnya......

Kontroversi Ucapan Selamat Natal

Kemarin pada tanggal 25 Desember merupakan hari besar bagi kaum Kristiani. Banyak yang mengucapkan "Selamat Natal" pada hari itu. Dan di FB juga banyak yang ngucapin. Ya.. ngucapain selamat kepada sesama yang beragama, atau yang mengucapkan beda agama. Ya sah-sah saja.

Tapi yang menjadi perdebatan kemaren adalah ucapan selamat natal datang dari Pak Ersis. Ucapan Beliau kalau tidak salah demikian "Selamat Natal bagi para fesbukiah yang merayakannya." Terus setelah itu banyak yang mengomtari tulisan tersebut. Ada yang bilang macam-macam deh. Dari yang baik, sampai yang tidak baik. Ada yang mengatakan "Haram mengucapkan selamat natal", dan ada juga yang mengatakan (terus nempel dalam ingatan saya) "Wah Ewa nggak tahu halal atau haram yang penting jadi duit." Woii jangan berkata demikian kawan. Itu sama saja namanya memvonis. Kalau sudah memvonis seperti itu, sejauh mana kita sudah berbuat baik di hadapan Tuhan?
Coba kita berpikir, apakah salah kalau pak Ersis berbuat baik untuk orang lain walau hanya melalui tulisan atau ucapan? Kalau kita memvonis bahwa Pak Ersis mengucapin itu hanya untuk cari duit, wah kita salah besar, Bung.

Kalau memang ngucapin selamat natal itu salah, ya kita seharusnya duduk sama-sama, kita selesaikan sama-sama mencari mana yang paling benar. Janganlah kita memvonis orang demikian. Bagi saya yang mau ngucapin selamat natal monggo, yang nggak mau ya nggak apa-apa. Yang terpenting itu tali silaturrahmi tetap terjaga. Kita dalam mempererat tali silaturrahmi tidak hanya dengan yang seagama dengan kita, tetapi dengan orang yang beda agama pun juga harus demikian. Jangan menganggap diri kita paling suci dan paling bersih deh.

Ingat di dalam hadist Bukhari mengatakan bahwasanya ketika para sahabat sedang bersama Rasulullah duduk di depan rumah, dan pada saat itu ada rombongan pembawa jenazah kaum nasrani lewat di depan Beliau dan Beliau langsung berdiri menghormati. Saat itu para sahabat bertanya "Mengapa Engkau berdiri Yaa Rasulullah, padahal itu adalah jenazah kaum nasrani?" Lalu dijawab oleh Rasulullah "Sesungguhnya dia (yang meninggal) dengan kalian tidak ada beda." Nah, dari sini kita dapat simpulkan bahwasanya Rasulullah sangat menghormati orang yang berbeda agama. Beliau ketika melihat rombongan pembawa jenazah kaum nasrani langsung berdiri dan memberi hormat kepada yang meninggal. Lantas bagaimana dengan kita?

Pernahkah mendengar sebuah riwayat yang mana ada seorang pelacur yang masuk surga gara-gara berbuat baik terhadap seekor anjing? Atau riwayat seorang pembunuh yang sudah membunuh empat puluh orang masuk surga? Atau pernahkan Anda membaca cerpen yang judulnya "Robohnya Surau Kami" karangan A.A. Navis, yang isinya menceritakan bahwa tokoh yang bernama Haji Saleh yang selalu taat beribadah, hafal Al-Qur'an, selalu berpuasa, kok bisa masuk neraka?

Jadi, pada prinsipnya sejauh mana kita sudah berbuat baik untuk orang lain. Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang selalu berbuat baik bagi orang banyak. Sudahkah kita demikian?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 26 Desember 2009

Baca selengkapnya......

Perampok Intelektual

Tentu kita tahu apa itu perampok, bukan? yang namanya perampok tentu beda dengan maling kampungan. Kalau maling kampungan, dia hanya mengambil milik orang lain dalam skala kecil. Contoh maling ayam, maling jemuran, maling sepedea, kompor, dan lain-lain. Jadi yang barang yang diambilnya hanya satu jenis saja. Cara pengambilannya pun dengan diam-diam.

Beda jauh dengan yang namanya perampok. Tipe yang seperti ini biasanya menggasak barang apa saja yang dilihatnya. Dan barang yang diambilnya tentu saja berskala besar. Biasanya dia juga tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk menghabisi korbannya apabila terancam. Tidak tanggung-tanggung dia menyerang korbannya secara terbuka. Beda jauh dengan yang namanya maling.

Lantas bagaimana dengan yang namanya perampok intelektual? Ini yang sebenarnya terjadi dan sudah menjadi lagu klasik di tempat kerja saya. Ironisnya, pelaku ini tidak ada penangan dari kepala sekolah selaku pimpinan di tempat kami.

Di tempat kami, ada seorang guru yang setiap kali ulangan dan remedial yang menjadikan moment tersebut sebagai ajang panen duit. Mengapa? Karena siswa setiap kali ulangan dan remedial harus membayar dengan jumlah uang yang dia tetapkan. Padahal sekolah kami sekolah negeri. Sekolah favorit dan berstandar internasional (kata kepala sekolah sih). Namun, ya tadi.... siswa dijadikan korban untuk meraup keuntungan melalui kegiatan itu. Yang lucunya lagi, setiap kali ulangan hasilnya tidak pernah diberikan kepada siswa. Mereka diberi tahu oleh guru tersebut bahwa banyak yang remedial.

Wow... coba Anda pikir, seandainya dalam satu kelas itu yang tidak remedial cuma satu atau dua orang, bahkan semua remedial, yang bodoh itu gurunya atau siswanya? Ini yang aneh sekali terjadi di sekolah kami. Tapi, jika seandainya ada siswa yang ikut les dengan dia, maka soal ulangan akan diberikan secara langsung pada saat les. Dan bagi yang tidak les, sampai kiamat juga tidak bakalan tuntas. Bahkan banyak siswa saya yang pintar tidak pernah tuntas, hasil ulangan tidak diterima, jawaban yang benar juga tidak pernah diberitahukan. Ini sudah jelas kriminalisasi di dalam dunia pendidikan.

Yang lebih negrinya lagi, beberapa tahun yang lalu banyak siswa yang tidak tuntas karena tidak ikut les dengan dia. Akhirnya supaya tuntas, siswa harus membelikan kipas angin, lampu, makanan, khong guan satu kaleng per orang atau indomie satu dus per orang. Lucu sekali, padahal guru tersebut sudah PNS, gajih tentu saja di atas dua juta rupiah perbulan.

Ini realita sebenarnya yang sering saya bicarakan kepada teman-teman dan kepala sekolah. Namun, yang saya heran kok tidak ada tindakan. Malahan kepala sekolah bilang kepada saya tidak ada bukti atau laporan dari orang tua siswa. How...laporan apa lagi yang dia mau? Sudah jelas-jelas, anak sendiri ketika remedial disuruh membeli kotak P3K kemudian disuruh menyerahkan ke rumah gurunya dan sampai saat ini kotak P3K tersebut sudah menjadi milik pribadi.

Saya juga timbul pertanyaan di dalam hati dan pikiran saya. Ada apa kiranya antara guru tersebut dengan kepala sekolah? Wallahualam....Hanya Allah yang tahu semuanya.

Bagaimana kira-kira menurut Sampeyan? Tolong dibantu ya?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 25 Desember 2009

Baca selengkapnya......

Catatan Sambil Larut

Tulisan ini sebenarnya ungkapan kejengkelan saya terhadap beberapa PTS yang saat ini banyak yang mengkomersilkan pendidikan, tetapi tidak menghasilkan kualitas lulusan yang bagus. Inilah yang terjadi di sekitar tempat saya. PTS semacam ini tumbuh subur bak jamur di musim hujan.

Komersialisasi terhadap dunia pendidikan makin menjadi-jadi. Saat ini, banyak universitas yang hanya memikirkan materi tetapi kurang memikirkan kulaitas dan kuantitas lulusannya. Kebanyakan yang melakukan praktek demikian adalah dari PTS. Sehingga, out put yang keluaran dari perguiruan tinggi seperti ini tidak beda dengan kambing. Mengapa demikian?

Pertama, Kalau kita melihat dengan kacamata realita yang ada di hadapan bahwa biaya masuk perguruan tinggi seperti itu sangat mahal, tetapi pengajaran di dalamnya kosong belaka (bidang keilmuannya kurang). Jurusan hanya dijadikan tameng belaka untuk menarik minat orang agar masuk di dalamnya. Cara masuknya pun sangat mudah, hanya dengan membayar dengan jumlah sekian juta, maka jadilah mahasiswa di kampus tersebut. Sangat beda jauh dengan PTN dan PTS yang sudah ternama, yang mana seleksi penerimaannya benar-benar dilakukan dengan baik dan bidang keilmuannya pun sudah tentu terjamin sangat bagus.

Kedua, cara belajar pada perguruan tinggi seperti itu hanya dilakukan seminggu 2 kali pertemuan. Hanya hari Sabtu dan Minggu. Coba kita pikir sama-sama, apakah memang sudah mampu mahasiswa menguasai materi yang disampaikan hanya dengan waktu 2 kali pertemuan dalam satu minggu (itupun kalau dosennya hadir). Dan kebanyak dosen yang ada pada perguruan semacam ini bukan sepantasnya menjadi dosen. Dosen yang mengajar di sini kebanyakan yang tidak sesuai dengan bidang keilmuannya. Ada salah satu mahasiswanya curhat kepada saya. Katanya dosen di tempatnya hanya satu kali masuk, itupun hanya perkenalan saja. Setelah itu beberapa pertemuan tidak masuk, lalu mengirimkan soal ke kampus dan menyuruh mahasiswa ujian. Bagaimana ini? Wong, mahasiswa yang reguler saja masuk setiap hari, dosennya rata-rata banyak yang S2, Doktor, Profesor , masih saja belum masih banyak yang belum mampu menguasai materi perkuliahan. Apalagi dengan perguruan tinggi yang dosennnya ecek-ecek yang seperti di atas. Mau dibawa ke mana Indonesia ini?

Ketiga, pada saat menjelang kelulusan, biasanya mahasiswa harus membuat skripsi sebagai syarat untuk lulus dari perguruan tinggi. Yang anehnya, pada perguruan tinggi yang mengkomersilkan pendidikan, merweka tidak menyuruh mahasiswa mereka membuat skripsi, hanya disuruh membayar sekian ratus ribu dan gelar sarjana pun sudah siap untuk didapatkan.

Inilah realita yang terdapat di sekeliling kita. Banyak sarjana karbitan yang ikut bersaing dalam dunia kerja. Lantas bagaimana dengan kawan-kawan kita yang benar-benar kuliahnya?

Bagaimana menurut Sampeyan?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu 24 Desember 2009

Baca selengkapnya......

Kunci Kebahagiaan Hidup

Kemaren malam, ketika saya ke Desa Manunggal (blok A) menemui guru saya (K.H.Mumahhad Kohar), beliau berpesan, bahwasanya untuk memperoleh kebahagian hidup ini adalah dengan 3 faktor. Dan tentu saja faktor tersebut memang benar-benar harus dimiliki dan dipenuhi oleh setiap manusia yang ingin hidup bahagia di dunia maupun di akhirat. Faktor apa sajakah itu?

Pertama, mempunyai istri yang sholehah.
Selama ini kalau kita mencari pacar/calon istri biasanya yang paling diutamakan adalah kecantikan dan hartanya. Kedua hal tersebut sepertinya telah menjadi budaya di kalangan kaum lelaki. Kalau melihat gadis cantik, apalagi yang punya duit, sudah pasti menjadi rebutan para lelaki. Kaum lelaki untuk mendapatkan semua itu rela mengorbankan dirinya.

Bahkan, tipe wanita yang seperti ini diagung-agungkan posisinya lebih di atas segalanya. Namun semua itu tidak menjamin apakah keluarga kita bahagia atau tidak.Apalah artinya punya istri cantik, banyak duit, tetapi tidak sholehah. Dalam hal ini istri yang cantik kadang-kadang berdandan bukan untuk suami, tetapi untuk memperlihatkan kepada orang lain, supaya banyak orang yang memuja-muja dirinya. Istri
yang banyak duit juga demikian. Di dalam pikirannya hanya ada harta semata. Pendapatan
suami lebih rendah dari dia, akhirnya suami menjadi babu di dalam rumah tangga. Tak punya kekuasaan apa-apa. Tidak lagi menjadi pemimpin di rumah tangga, tetapi posisi itu diganti oleh sang istri. Semuanya diatur oleh istri.

Dalam hal ini, jangankan pendapatan istri lebih banyak daripada suami, yang pendapatnnya saja sama, posisi suami berada di bawah istri. Contoh, seorang guru yang punya istri guru. pangkat dan golongannya sama, gajihnya sama. Namun, ketika awal bulan tiba, sang suami tidak melihat berapa gajihnya sebenarnya, karena sudah diambil alih pengambilannya oleh istri. Istri yang langsung mengatur ini dan itunya. Suami hanya berdiam diri saja sambil menerima uang untuk membeli rokok dan bensin pada hari itu. Begitu pula jika suami (contohnya menjadi kepala sekolah) istrinya bertugas di tempat yang sama dengan suami bekerja. Dijamin deh posisi kepala sekolah langsung diambil alih oleh sang istri secara tidak langsung. Berbagai macam tuntutan diajukan oleh istri kepada suaminya, bahwasanya hanya dia yang harus menjalankan semuanya.

Nah, melihat contoh kecil dari kejadian di atas, posisi suami sangatlah tidak berarti. Suami bukan lagi menjadi pemimpin rumah tangga, tetapi telah menjadi babu di dalam rumah tangga. Dan ketika istri sudah menggantikan posisi suami, maka judulnya adalah Suami-suami Takut Istri.

Namun, jika kita mempunyai istri yang sholehah, rumah tangga terasa indah, hidup terasa mudah, hari-hari selalu bergairah. Bukan main hebatnya istri yang sholehah. Taat kepada suami dan mengurus rumah tangga dengan cara Islami. Istri yang sholehah tidak pernah menuntut harta kepada suaminya. Istri yang sholehah tidak pernah membentak dan melawan kepada suaminya. Istri yang sholehah selalu menyayangi suami dan keluarganya walau dalam keadaan apapun. Istri yang sholehah tidak pernah berdandan untuk orang lain kecuali untuk suaminya. Dan istri yang sholehah kerjanya setiap hari mendoakan suaminya yang sedang bekerja mencari nafkah untuk keluargaanya. Itu yang mantap saudara-saudara sekalian.

Punya istri seperti ini kehidupan rumah tangga akan sangat indah. Walaupun materi kurang, namun ia tidak protes, ikhlas dakam menerima keadaan apapun. Istri yang seperti ini tidak hanya hidup dengan kita di dunia saja, tetapi dia juga akan setia menunggu kita di akhirat nanti. Percayalah!


Kedua, mempunyai anak yang sholeh
Anak merupakan karunia Tuhan yang paling besar dan paling indah. Tanpa anak, rumah tangga terasa hampa. Apa artinya punya rumah yang besar, mobil yang mahal, uang yang banyak, istri yang cantik, jika kita tidak mempunyai seorang anak. Anak merupakan faktor tujuan utama setiap orang yang membina rumah tangga.

Sangat indah jika anak kita itu sholeh. Sejak kecil diperkenalkan dengan hal yang baik-baik. Anak yang sholeh adalah anak yang selalu taat kepada orang tuanya, membantu orang tuanya, dan selalu mendoakan orang tuanya, baik ketika orang tuanya masih hidup atau sudah meninggal. Oleh karena itu, untuk mendidik anak kita menjadi anak yang sholeh sudah menjadi kewajiban orang tua.

Untuk menjadikan anak yang sholeh, kita jangan hanya menjejalkan harta saja kepada anak. Tetapi, kita harus memberikan pendidikan yang baik dan benar. Dalam hal ini tidak hanya pendidikan dunia saja yang diutamakan, namun pendidikan akhirat pun juga harus diutamakan agar seimbang. Agar anak kita kelak menjadi anak yang cerdas dan beriman.

Perhatian orang tua juga harus lebih dicurahkan kepada anak. Apalah gunanya materi yang banyak kita berikan kepada anak, namun perhatian kita kurang. Kurangnya perhatian akan membuat anak menjadi jauh dengan kita. Anak akan lebih suka memberontak kepada orang tuanya ditambah lagi perilaku buruk akan selalu mempengaruhinya. Kita dapat melihat realitas saat ini. Di mana anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tua perilakunya akan menjadi buruk dan terkurung dalam pergaulan bebas, narkoba, tawuran, dan perilaku menyimpang lainnya.

Oleh karena itu, kita sebagai orang tua harus memberi perhatian yang lebih banyak kepada anak. Kita bimbing mereka setiap waktu dan setiap saat dalam melakukan apa saja. Kita ajak dirinya lebih banyak ke pengajian-pengajian, agar rohaninya terisi dengan iman yang kuat. Kita pecahkan masalahnya bersama-sama dengan dirinya dengan memberikan solusi yang baik. Jika kita sudah dapat meberikan semua ini, Insya Allah anak kita menjadi anak yang baik dan menjadi anak yang sholeh.

Ketiga, banyak mempunyai sahabat yang sholeh
Alangkah damai dan indahnya jika kita berada di tengah sahabat/kawan-kawan kita yang sholeh. Diri ini terasa aman jika bergaul dengan mereka. Pergaulan terasa lebih bermakna dibanding kita bergaul dengan kumpulan orang-orang yang lebih banyak membawa kepada kemudaratan.

Sahabat kita yang shaleh bukan hanya sebatas kawan saja, tetapi dia juga menjaga, membimbing kita ke jalan yang diridhai oleh Allah. Pas lagi kita ada masalah, sahabat kita tersebut pasti membantu kita menyelesaikan masalah yang sedang kita hadapi. Pas lagi kita mau tergelincir ke jalan yang tidak di ridhai Allah, ada yang memberikan pencerahan agar kembali lagi ke jalan yang benar. Pas lagi kita lupa dengan Allah, ada yang menasehati agar kita kembali mengingat Allah. Itulah gunanya banyak bersahabat dengan orang-orang shaleh.

Bahkan, sahabat kita yang sholeh selalu mendoakan kita setiap saat agar kita selalu berada di jalan Allah. Sahabat yang sholeh adalah sahabat yang setia dunia dan di akherat nanti. Maka dari itu, mari kita perbanyak bergaul dengan orang-orang sholeh untuk memperoleh kebahagian di dalam hidup ini

Bagaimana menurut Sampean?

Tanah Bumbu, 18 Desember 2009

Baca selengkapnya......