Jumat, 08 Januari 2010

Catatan Sambil Larut

Tulisan ini sebenarnya ungkapan kejengkelan saya terhadap beberapa PTS yang saat ini banyak yang mengkomersilkan pendidikan, tetapi tidak menghasilkan kualitas lulusan yang bagus. Inilah yang terjadi di sekitar tempat saya. PTS semacam ini tumbuh subur bak jamur di musim hujan.

Komersialisasi terhadap dunia pendidikan makin menjadi-jadi. Saat ini, banyak universitas yang hanya memikirkan materi tetapi kurang memikirkan kulaitas dan kuantitas lulusannya. Kebanyakan yang melakukan praktek demikian adalah dari PTS. Sehingga, out put yang keluaran dari perguiruan tinggi seperti ini tidak beda dengan kambing. Mengapa demikian?

Pertama, Kalau kita melihat dengan kacamata realita yang ada di hadapan bahwa biaya masuk perguruan tinggi seperti itu sangat mahal, tetapi pengajaran di dalamnya kosong belaka (bidang keilmuannya kurang). Jurusan hanya dijadikan tameng belaka untuk menarik minat orang agar masuk di dalamnya. Cara masuknya pun sangat mudah, hanya dengan membayar dengan jumlah sekian juta, maka jadilah mahasiswa di kampus tersebut. Sangat beda jauh dengan PTN dan PTS yang sudah ternama, yang mana seleksi penerimaannya benar-benar dilakukan dengan baik dan bidang keilmuannya pun sudah tentu terjamin sangat bagus.

Kedua, cara belajar pada perguruan tinggi seperti itu hanya dilakukan seminggu 2 kali pertemuan. Hanya hari Sabtu dan Minggu. Coba kita pikir sama-sama, apakah memang sudah mampu mahasiswa menguasai materi yang disampaikan hanya dengan waktu 2 kali pertemuan dalam satu minggu (itupun kalau dosennya hadir). Dan kebanyak dosen yang ada pada perguruan semacam ini bukan sepantasnya menjadi dosen. Dosen yang mengajar di sini kebanyakan yang tidak sesuai dengan bidang keilmuannya. Ada salah satu mahasiswanya curhat kepada saya. Katanya dosen di tempatnya hanya satu kali masuk, itupun hanya perkenalan saja. Setelah itu beberapa pertemuan tidak masuk, lalu mengirimkan soal ke kampus dan menyuruh mahasiswa ujian. Bagaimana ini? Wong, mahasiswa yang reguler saja masuk setiap hari, dosennya rata-rata banyak yang S2, Doktor, Profesor , masih saja belum masih banyak yang belum mampu menguasai materi perkuliahan. Apalagi dengan perguruan tinggi yang dosennnya ecek-ecek yang seperti di atas. Mau dibawa ke mana Indonesia ini?

Ketiga, pada saat menjelang kelulusan, biasanya mahasiswa harus membuat skripsi sebagai syarat untuk lulus dari perguruan tinggi. Yang anehnya, pada perguruan tinggi yang mengkomersilkan pendidikan, merweka tidak menyuruh mahasiswa mereka membuat skripsi, hanya disuruh membayar sekian ratus ribu dan gelar sarjana pun sudah siap untuk didapatkan.

Inilah realita yang terdapat di sekeliling kita. Banyak sarjana karbitan yang ikut bersaing dalam dunia kerja. Lantas bagaimana dengan kawan-kawan kita yang benar-benar kuliahnya?

Bagaimana menurut Sampeyan?

Faisal Anwar; Tanah Bumbu 24 Desember 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar / berkonsultasi di sini, tetapi jangan yang berbau SARA.