Minggu, 13 Desember 2009

KITA PERLU STRESS UNTUK TAHU APA ITU KETENANGAN

Mungkin ketika Anda membaca judul tulisan di atas bertanya-tanya, atau mungkin mentertawakan, atau mungkin beranggapan mengapa kita perlu stress agar mengetahui apa itu ketenangan. Saya sendiri juga agak lucu juga membuat judul di atas menjadi judul tulisan ini. Tapi hal itu memang benar karena saya telah membuktikannya.

Mengapa kita sangat memerlukannya? Karena kalau tidak mengenal atau mengalami yang namanya stres, kita tidak akan merasakan atau memperoleh yang namanya ketenangan. Di dalam hidup kita juga memerlukan musibah. Kita memerlukan penderitaan. Mengapa? Kita memerlukan musibah agar bisa tahu apa itu nikmat. Kita juga perlu penderitaan untuk bisa tahu apa itu kesenangan yang sebenarnya. Pertanyaannya, apakah kita mau?

Nah, itulah kebanyakan manusia. Kadang-kadang manusia tidak melihat Allah pas lagi senang, kaya, tenar, hebat, dan segalanya. Kadang-kadang kita beranggapan bahwa karena diri kita lah bahwa kita bisa kaya, sukses, tenar, ngetop, dan lainnya. Tapi, kalau dikala lagi susah Tuhan lah yang disalahkan. Kita beranggapan seolah-olah Allah tidak adil menurunkan ujian yang berat. Allah dianggap tidak adil memberikan cobaan atau takdir.

Itulah manusia. Kebanyakan dari kita kalau lagi sakit selalu dekat dengan Allah. Tapi kalau sudah senang kebanyakan dari kita say goodbye to Allah. Pas lagi diberi oleh Allah rezeki dan harta yang melimpah hilang kendali, bingung menghabiskan duit. Maka dihabiskanlah ke diskotik, narkoba, miras, cari kupu-kupu malam, berjudi, dan perbuatan maksiat lainnya. Karena ujian yang enak telah diberikan oleh Allah kepada kita, tetapi kita lupa kepada-Nya, lalu Allah menurunkan ujian versi yang lain lagi. Allah tarik kembali harta yang telah dititipkan kepada kita. Setelah terjadi yang demikian, maka Allah lah yang disalahkan.


Sebenarnya kita sendiri tidak sadar, bahwa dibalik kesusahan, dibalik musibah yang diberikan oleh Allah kepada kita di situ ada kasih sayang Sang Khaliq. Allah menginginkan kita kembali mengingatnya. Allah tidak menginginkan hambanya berselingkuh dengan dunia. Allah menginginkan hamba-Nya untuk kembali menuju jalan-Nya. Itulah kasih sayang Allah yang diberikan di saat musiabah menimpa kita.

Makanya, kalau enggak kepengen kita melihat, mengenal, dan mendekati-Nya dalam kesusahan, buru-buru sekarang kita melihat, mengenal dan mendekati-Nya. Artinya, pas lagi kaya cepat-cepat ingan Dia, benahi kelakuan, jangan sombong, jangan zalim. Pas sehat, cepat-cepat menegakkan punggung buat shalat, cepat-cepat merelakan dahi buat sujud, supaya tidak disadarkan dengan penyakit. Pas punya jabatan, cepat-cepat deh ingat-ingat yang dibawahan. Jalankan amanah, jangan korupsi, jangan kolusi dan nepotisme. Jangan sampai harus disadarkan dicabut kembali jabatannya dengan jalan dilengserkan oleh rakyat secara tidak hormat. Pas lagi mampu, buru-buru dah kita ingat-ingat sama yang tidak mampu. Dengan begini, kita tidak perlu dicabut kesenangan, kekayaan, jabatan kita. Soalnya Allah menganggap tidak perlu membuat kita susah, membuat kita jatuh miskin, atau membuat kita sakit yang berlebihan. Toh tanpa diingatkan Allah, kita sudah ingat duluan kepada Dia.
"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik." (Al-Hasyr:19)


Ada cerita di zaman Abu Nawas. Seorang pria yang sudah berkeluarga mendatangi Abu Nawas yang sedang duduk di teras rumahnya. Lalu pria itu mengeluhkan kesusahannya kepada Beliau. Pria itu mengeluhkan bahwasanya rumahnya terlalu kecil, anaknya sudah tiga kemudian barang-barangnya banyak membuat sempit dan gerah suasana rumahnya. Dia menginginkan bagaimana caranya agar keadaan rumahnya lengang tanpa harus membuat rumah yang besar. Lalu, oleh Abu Nawas lelaki itu disuruh membeli dua ekor kambing. Pria itu bingung dan bertanya lagi mengapa dia harus membeli dua ekor kambing dan meletakkannya di dalam rumah, sementara rumahnya sudah sempit. Abu Nawas memberikan perintah, bahwa kalau ingin tenang harus melakukan hal tersebut.

Dua hari kemudian datanglah lagi pria itu menemui Abu Nawas. Dia protes dan mengatakan Abu Nawas membohongi dirinya. keadaan rumahnya bukannya tenang tetapi menjadi sebaliknya. Tanpa komentar Abu Nawas memberikan perintah kepada pria itu agar membeli dua ekor angsa. Dan pria itu tentu saja makin bertambah bingung. Namun, ia tetap menurut saja terhadap apa yang diperintahkan oleh Abu Nawas.

Dua hari kemudian datang lagi pria itu menemui Abu Nawas lagi dan mengajukan protes terhadap apa yang telah disarankan oleh Beliau. Tanpa panjang lebar Abu Nawas memberikan perintah lagi yang ketiga kalinya Untuk membeli seekor sapi. Kontan saja pria itu terkejut dan marah. Dia mengatakan yang telah disarankan Abu Nawas beberapa hari itu saja sudah membuat dia stress bukan kepalang, ditambah lagi dengan sapi di dalam rumahnya. Dan dia juga beranggapan bahwa Abu Nawas sudah gila. Namun, Abu Nawas berkata lain. Beliau menyarankan untuk memperoleh ketenangan dia harus menuruti sarannya yang terakhir kalinya.

Dua hari kemudian datang lagi pria itu menemui Abu Nawas dengan kemarahan yang sangat besar. Abu Nawas melihat pria itu marah-marah hanya membalas dengan tersenyum saja. Setelah pria itu melampiaskan kemarahannya, Abu Nawas memberikan saran terbaiknya. Beliau menyuruh pria itu menjual kambing, angsa, dan sapi yang dibelinya beberapa hari lalu ke pasar. Dan pria itu menurutinya.

Dua hari kemudian pria itu datang lagi menemui Abu Nawas. Kali ini dia tidak marah lagi. Pria itu tersenyum-senyum dan mengucapkan banyak-banyak terima kasih telah diberikan solusi yang baik. Dia dan keluarganya merasa rumah yang kecil itu terasa sangat lengang. Dan Abu Nawas memberikan nasihat, bahwa semua itu karena Allah, bukan karena dia. Abu Nawas memberikan pengertian kepada orang itu, bahwasanya setiap kesusahan yang kita hadapi Allah selalu memberikan kasih sayangnya kepada kita. Makanya di saat kita stress itu bukanlah suatu bencana. Tetapi, stress adalah jalan yang menuntun kita kepada ketenangan.

Dari cerita di atas dapat kita ambil makna, bahwa dikala kita sedang stress, jangan kita bingung dan jangan kita lupa kepada Allah. Karena semua itu telah diatur oleh Allah. Kalau kita selalu dekat dengan Allah, maka Allah akan lebih dekat dengan kita. Allah akan selalu menenteramkan dan memberikan kita kedamaian. Tetapi kalau kita jauh dari-Nya, maka Dia akan menjauh juga dari kita.

Oleh karena itu, optimislah selalu kepada Allah. Jangan sampai kita pesimis. Jangan sampai kita berprasangka buruk kepada Allah dikala sedang dalam kesusahan. Berprasangka baiklah selalu kepada Allah. Karena Allah selalu menuntun kita menuju jalan yang benar di saat kita tersesat. Allah akan memberikan kita perlindungan di saat kita sedang kesusahan. Dan ingatlah, Allah tidak akan memberikan ujian jika hambanya tak sanggup melewatinya. Optimislah selalu, bahwasanya ujian yang diberikan oleh Allah dapat kita lewati atas kehendakNya. Amin yaa rabbal alamin.


Bagaimana menurut Pian?
Faisal Anwar; Tanah Bumbu 14 Desember 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar / berkonsultasi di sini, tetapi jangan yang berbau SARA.